Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Raffi dan Ribka Meremehkan Jokowi

14 Januari 2021   12:01 Diperbarui: 14 Januari 2021   14:01 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi menerima suntikan pertama vaksin Covid-19 untuk Indonesia (Foto: kompas.com/istana presiden/agus suparto

Raffi, Ribka, dan Jokowi.  Siapa mereka? Raffi adalah Raffi Ahmad, Youtuber sohor kaya dan Ribka adalah Ribka Tjiptaning, anggota DPR-RI dari Fraksi PDIP. Jokowi?  Buang KTP-mu kalau tak kenal Presiden RI hari ini.

Bagaimana bisa Raffi dan Ribka meremehkan Jokowi?  Ya, bisa saja, kan?  Jangankan Raffi dan Ribka.  Orang biasa saja mau, kok, melecehkan Jokowi dengan imbalan nasi bungkus.  Bahkan ada yang mengancam mau penggal kepala segala.  Negara ini mengakomodasi "democrazi" (demonstration of craziness), Kawan.  

Markilik, mari kita ulik, duduk perkaranya.

***

Begini cara Raffi merendahkan Presiden.  Kemarin Rabu (13/1/2021) dia mendapat keistimewaan menjadi orang pertama, bersama Presiden Jokowi, yang mendapat vaksin Covid-19.   Itu artinya Jokowi memberi kepercayaan kepada Raffi untuk sosialisasi program vaksinasi dan protokol Covid-19, seperti yang juga dilakukan Presiden.  Itu kepercayaan dari Negara, sebab Presiden adalah representasi Negara.

Tapi, malamnya, Raffi tercyduk sedang bergerombol dengan sesama pesohor tanpa hirau protokol Covid-19.   Tampak jelas di foto yang viral, Raffi dan teman-temannya berfotoria rapat zonder masker.  Melanggar dua dari 3M: takjaga jarak dan takpakai masker.  Jelas juga takcuci tangan, karena sedang berfoto.

Ada satire permakluman dari Poltak.   Katanya, itu iklan promosi yang bagus.  Pagi divaksin, sore langsung kebal Covid-19.  Bukankah begitu juga iklan-iklan obat yang dibintangi para selebriti?  Seketika mimum obat batuk, seketika itu juga batuknya hilang.  Coba, apa ada yang salah di situ? Oh, tidak ada, yang salah itu otak Poltak, sengklek.

Jelas tindakan sembrono, atau penake dewe, dari Raffi itu berkonotasi meremehkan  Jokowi sebagai Presiden.  Jokowi serius memerangi Covid-19.  Dia juga serius memberi kepercayaan pada Raffi untuk membantu pemerintah dalam perang itu.  Tapi kelakuan Raffi telah menegasikan keseriusan dan kepercayaan Jokowi.  Itu sangat merendahkan, Kawan.

Ya, bagi Raffi peristiwa vaksinasi itu mungkin cuma sebuah pemanggungan citra.  Sama seperti dia main sinetron atau film.  Dia hanya aktor yang "dibayar" untuk memainkan adegan sesuai arahan Sang Sutradara.  Seusai itu, ya, kembali ke gaya hidup jor-joran seperti biasa. "Emang, gue pikirin loe semuah," kira-kira begitu mungkin kata Raffi sambil cengengesan.

***

Sikap Ribka setali tiga uang.  Anggota DPR-RI yang terhormat ini terang-terangan berteriak menolak untuk divaksin Covid-19.  Dia memilih untuk didenda ketimbang divaksin.  Kalau dia dipaksa, katanya, berarti pelanggaran HAM. Entah, siapa yang sudi memaksanya. 

Ini alasan Ribka tidak sudi divaksin.  Pertama, uji klinis vaksin Sinovac itu belum rampung, tapi sudah langsung impor dari Cina. Kedua, terkait itu, jangan sampai ada kepentingan bisnis segelintir pencari rente di balik program vaksinasi Covid-19 itu.  

Dua alasan yang masuk akal, tapi jika dalam situasi santuy.   Masalahnya sekarang ini tak ada santuy-santuynya. Ini lagi krisis, Kawan. Kita berkejaran dengan waktu yang setia berlari.  Perlu gerak cepat menghempang laju peningkatan pandemi Covid-19.  Maaf saja, idealisme seperti dipanggungkan Ribka tak guna menghempang laju pandemi.

Di mana letak sikap meremehkan Jokowi dalam kasus ini?  Begini, Kawan.  Pak Jokowi itu adalah komandan dari segala komandan perang Covid-19 di Indonesia.  Pastilah dia sudah mendapat masukan dari pasukannya, dan menimbangnya bijak, sebelum memutuskan kebijakan percepatan program vaksinasi Covid-19.  Termasuk di situ mengganti Menteri Kesehatan dengan sosok yang, mungkin, lebih ahli dalam manajemen risiko dan cergas dalam gerak kerja.  Untung rugi pasti sudah dihitung cermat. 

Jadi, ketika Ribka menyatakan penolakan terhadap vaksinasi tanpa menawarkan satu pun alternatif, berarti dia sedang meremehkan Jokowi sebagai Presiden yang mengambil keputusan.  Sekurangnya, jika tak punya alternatif, ya, coba digali mitigasi risiko vaksinasi itu, jika benar ada risikonya. Ini, Bu Ribka yang terhormat langsung main tolak aje. Apa bedanya Ribka dengan Fadly Zon?  

Kata Poltak, Ribka itu ogah disuntik vaksin Sinovac karena vaksin ini dipatok untuk warga usia 18-59 tahun. Sementara Ribka sudah 61 tahun. Ah, sudah lansia rupanya.  Tolong tetap galak, tapi wajib bijak, Bu Ribka.

***

Sikap dan tindakan Raffi dan Ribka itu mencerminkan satu kendala besar dalam upaya kita memerangi Covid-19.  Kendala yang saya maksud adalah kemiskinan sosial.  Indikasinya miskin empati  sosial, terbaca dari tanggungjawab sosial yang rendah.  

Raffi yang abai protokol Covid-19 setelah disuntik vaksin adalah cermin tanggungjawab sosial yang rendah.  Miskin empati. Tak perduli tindakannya dapat memicu persebaran Covid-19 yang membahayakan orang sekitarnya.  "Dia, sih, enak.  Udah dapat vaksin. Langsung kebal. Lha, kita?" Begitu gerutu Poltak.

Ribka juga begitu.  Minus tanggungjawab sosial dalam situasi krisis. Sikap seperti itu akan menggalaukan masyarakat yang sudah sangat ingin mendapat vaksin Covid-19.  Sementara pemerintah sudah berusaha mati-matian memenuhi harapan masyarakat secepat mungkin dengan risiko sekecil mungkin.  Bukankah lebih bijak jika Ribka cukup mengingatkan pemerintah tentang mitigasi risiko vaksinasi?  

Soal Ribka ogah divaksin tak usah diumbarlah.  Besok silahkan vaksinasi mandiri  dengan vaksin terbaik di dunia.  Mau vaksinasi tiap hari juga boleh.

Lihatlah, Kawan.  Kekayaan ekonomi itu tak berbanding lurus dengan kekayaan sosial.  Raffi dan Ribka pasti kaya-raya secara ekonomi.  Tapi, terindikasi dari sikap, perkataan, dan tindakannya, mereka berdua diduga menderita kemiskinan sosial.  Di sisi itu, mungkin mereka berdua perlu mendapat perhatian khusus dari Mensos Risma.

Saya ingin garisbawahi, para penyandang gejala kemiskinan sosial itulah, dan jumlahnya sangat banyak, yang akan menjadi salah satu musuh dalam selimut dalam "perang semesta" kita melawan Covid-19.  Terhadap manusia seperti itu, jika dia kawan atau tetanggamu, beritahu dia bahwa kemiskinan sosialnya itu membahayakan dirimu dan sesamamu.

Demikian Poltak Center menulis untuk Kompasiana.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun