Saya pikir, ada "konsep antara" yang ditambahkan dalam silogisme a'la Daeng Khrisna. Â Begini: "Jika cinta maka senang (makanan), jika senang (makanan) maka makan banyak, jika makan banyak maka kenyang." Â "Makan banyak" adalah konsep antara yang ditambahkan. Â
Tapi apakah benar rasa cinta atau senang pada makanan otomatis menyebabkan seseorang makan banyak sehingga kenyang? Â
Tidak, Kawan! Â Ada prasyaratnya. Harus punya uang untuk menyediakan makanan yang disenangi itu. Atau, dengan berputih mata, harus pergi ke resepsi perkawinan dengan modal pakaian batik cetak dan amplop berisi Rp 10,000. Â Sadis!
Itu sanggahan untuk tesis Daeng Khrisna bahwa "Cinta mengenyangkan lahir". Â
Berikutnya, sanggahan untuk tesisnya bahwa  "Cinta mengenyangkan batin."Â
Kata Daeng Khrisna, "Cinta melahirkan semangat dan tabah. Â Semangat dan tabah adalah makanan batin yang mengenyangkan batin."Â
Aih, argumen kurangajar yang cerdas banget. Â Dia paham betul, saya punya keyakinan, "Manusia tak hanya hidup dari roti tapi juga dari Sabda." Â Dia pikir, Engkong Felix kena skak mat.
Bah! Jangan sukaria dulu, Daeng. Betul bahwa "makan cinta itu mengenyangkan batin." Â Tapi, apa jadinya jika kenyang batin tapi lapar lahir?Â
Coba pikirkan kalimat dungu dalam novel-novel picisan ini: Â "Makan tak kenyang, tidur tak nyenyak. Karena cinta." Â Itu benar secara empiris untuk anak SMP dan SMA.Â
Nah, terbukti sudah, Â "Cinta tak bikin kenyang lahir." Â Sekalipun sudah makan sebanyak-banyaknya. Tetap saja tak kenyang dan, karena itu, tak nyenyak. Jatuh sakit, deh, ujungnya. Â
Lagi pula, tak ada orang yang pernah kenyang dengan cinta. Â Kalau ada yang bilang dia kenyang dengan cinta, maka dia tak perlu cinta lagi, bukan? Cinta itu adalah kategori "mau lagi dan lagi."