Dalam dua tahun itu saya terlibat dalam beberapa kali diskusi penyusunan naskah Peta Jalan Produk Rekayasa Genetik Pertanian. Diskusi itu diprakarsai Kemenko Perekonomian. Saya pikir, dengan menyisipkan gen tanaman lain pada tanaman padi, bisalah dihasilkan varietas padi unggul yang mampu mengatasi empat kendala produksi tadi.
Sayangnya, Produk Rekayasa Genetik (PRG) sejauh ini masih tetap menjadi kontroversi di Indonesia. Kendati sudah lulus uji aman bagi manusia (pangan), aman bagi ternak (pakan), dan aman bagi lingkungan misalnya, tidak serta-merta juga produksi benih PRG bisa dilakukan. Belum tentu semua stakeholder pertanian mau menerimanya.
Sejauh ini tanaman PRG yang sudah lulus aman dari Komisi Keamanan Hayati PRG barulah tebu NXI-4T Toleran Kekeringan. Tebu PRG hasil riset kerjasama PTPN XI, Ajinomoto dan Universitas Jember ini lolos uji tahun 2013 dan sudah dibudidayakan PTPN XI di Jawa Timur.
Akhir tahun lalu, saya sempat ikut berbicara dalam Webinar Teknologi Perbenihan Padi yang diprakarsai LIPI. Dari diskusi yang berlangsung, saya mendapat informasi bahwa penelitian untuk inovasi padi PRG masih tetap dijalankan oleh LIPI dan IRRI. Â
LIPI misalnya sudah menghasilkan beberapa varietas padi PRG yang tahan cekaman biotik dan abiotik tertentu. Misalnya padi tahan wereng dan tahan salinasi. IRRI sendiri sedang berkutat dengan riset padi PRG dengan kandungan gizi tertentu. Tujuannya untuk menekan defisiensi unsur gizi.
Artinya, upaya-upaya menemukan padi PRG unggul yang tahan cekaman biotik dan abiotik tetap berlangsung. Hanya saja, kapan varietas padi itu akan sampai ke tangan petani, belum ada kepastian waktunya.
Petani menunggu padi unggul, khususnya anti-pupuk dan anti-pestisida, karena dua alasan. Pertama, menekan biaya produksi karena komponen biaya pupuk dan pestisida sabgat besar. Kedua, meningkatkan produktivitas dan, karena itu, pendapatan.
Prioritas Riset Strategis
Perkembangan biotek, khususnya biologi molekuler, sebagaimana dibabar rekan Ronny M. Noor dalam artikelnya, saya pikir memberikan harapan baru percepatan penemuan varietas padi unggul anti-pupuk, anti-pestisida, dan hemat air. Â
Teknik pengeditan gen mestinya lebih "sederhana" dibanding penyelipan gen (PRG). Dengan begitu proses riset inovasi bisa berlangsung lebih cepat.Â
Memang masih ada perdebatan apakah produk pengeditan gen tergolong PRG atau Non-PRG. Tapi kontroversi mestinya tidak akan terlalu tajam. Itu mengingat dalam teknologi edit gen tidak ada penyelipan gen tumbuhan lain pada tanaman padi. Karena itu syarat aman manusia, aman ternak, dan aman lingkungan mungkin lebih mudah didapatkan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!