"Polmer! Â Telapak tangan kiri di atas siku tangan kanan!" Guru Barita beteriak.
"Olo, Gurunami," Ya, Guru kami.
"Tiga, lipat tangan kanan di atas tangan kiri!"
"Srot ..." Â Lagi bunyi "srot" yang lebih dahsyat mengema dari lubang hidung Polmer. Â Kali ini dia tidak berani lagi melap ingusnya dengan tangan.Â
Akibatnya fatal. Â Dua garis hijau kental mengalir dari lubang hidung sampai bibir atas Polmer. Â Perlahan tapi pasti, aliran kental bernama ingus itu mulai merembes ke dalam mulutnya.
"Gurunami!" Â Poltak mengacungkan telunjuk. Â Cemas dan dan sedikit jijik melihat kondisi Polmer, tetangga bangkunya.
"Diam kau, Poltak! Â Pak Guru belum selesai bicara!"
"Gurunami!" Â Poltak berkeras kepala. Dia tidak takut. Karena dia adalah Spartakus.
"Bah! Tak bisa diperintah pakai mulut kau rupanya!" Â Guru Barita gusar. Â Diambilnya sebatang lidi dari atas meja dan segera bergegas mendekati bangku Poltak. (Bersambung)
Â
Â
Â
Â