Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #030] Spartakus Pergi Sekolah

16 November 2020   17:02 Diperbarui: 21 November 2020   16:24 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepatu spartakus Poltak terbikin dari bahan plastik keras.  Jarak dari Panatapan ke Hutabolon, tempat Sekolah Dasar berada, sekitar tiga kilometer. 

Kebunggahan Poltak sewaktu di Panatapan mulai berubah menjadi kesakitan saat tiba di Hutabolon. Sepanjang perjalanan sepatu berbahan plastik itu telah menggigiti kaki Poltak tepat pada tendonnya hingga terluka. Luka itu menyebabkan Poltak harus berjalan dengan gaya langkah kuda.

Lonceng tanda masuk sekolah berdentang.  Semua murid, dari kelas satu sampai enam, disuruh berbaris di halaman gedung sekolah. Guru-guru berdiri di depan mereka.

Itulah barisan anak-anak seribu warna-warni bunga di taman. Baju bebas, warna-warni.  Sebab sekolah Dasar Hutabolon belum mengenal seragam sekolah. Juga tidak mengenal sepatu atau sandal.  Pada hari pertama sekolah di tahun 1967 itu, hanya seorang morid baru yang mengenakan sepatu: Poltak.

Guru Henok, Kepala Sekolah, menyampaikan sambutan selamat datang kepada murid baru dan, kepada semua anak, nasihat untuk lebih giat belajar.

"Anak-anakku, kelas satu, setelah setahun, kalian semua akan pintar membaca, menulis, dan berhitung. Kalian akan diajar seorang guru yang hebat.  Guru Barita!"  

Guru Henok memberi wejangan khusus untuk anak-anak kelas satu.   Guru Barita, tinggi besar, kulit putih bersih lagi tampan, melambaikan tangan sambil tersenyum menunjukkan dirinya.

"Hati-hati kau, Poltak.  Kepalan tangan Guru Barita itu berbisa.  Kalau kau dodong, lalu kepalamu digetoknya, bisa benjol sebesar jengkol."  Binsar, dari barisan di samping kiri,  membisikkan berita teror ke telinga Poltak.  Tak urung, Poltak jadi kembut dibuatnya.

Setelah menyanyikan lagu Berkibarlah Benderaku, dilanjutkan lagu rohani gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan ditutup dengan doa yang dipimpin Guru Gayus, guru agama, murid-murid bubar dan berlari masuk ke kelas masing-masing.

Murid kelas empat, lima, dan enam menempati tiga ruang kelas di gedung sekolah yang dibangun pemerintah.  Hanya tiga ruang kelas.  Tanpa ruang guru.  Itu sebabnya kedai kopi Ama Rosmeri, di sebelah depan sekolah, berfungsi sebagai ruang guru bagi guru-guru Sekolah Dasar Hutabolon.

Murid-murid kelas satu menempati ruang gereja HKBP Hutabolon.   Gereja ini, sejak masih berupa bangunan sederhana di penghujung 1910-an, sudah difungsikan sebagai ruang kelas pendidikan informal. Itu bagian dari sumbangan gereja terhadap pendidikan umatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun