Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #021] Dondon Tua untuk Cucu Sulung

19 Oktober 2020   16:40 Diperbarui: 21 Oktober 2020   04:25 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hah! Matilah  aku!"  Poltak membelalak, disambut gelak-gelak tawa semua orang.  

"Ayo.  Kita mulai panen,"  aba-aba dari kakek Poltak. "Amani Poltak, Parandum dan kau Poltak, ayo kita mendirikan bantingan padi."

Teknologi bantingan padi itu dipelajari kakek Poltak dari kerabatnya yang tinggal di Sumatera Timur. Sebelumnya, perontokan gabah di Panatapan menggunakan teknik mardege, menginjak-injak malai padi. Risikonya, telapak kaki bisa tertusuk ekor gabah.  

Teknologi bantingan memudahkan kerja perontokan padi.  Malai padi cukup dibantingkan ke dasor bantingan, butir-butir gabah langsung rontok.

Tak perlu waktu lama untuk mendirikan kerangka bantingan itu. Komponen-komponennya sudah disiapkan: empat tiang, empat pasak pendek, empat pasak panjang, dan satu dasor -- papan bantingan. Tinggal dirakit, beres.

"Poltak, kau naiklah ke atas bantingan.  Kita mau pasang tirai," perintah ayah Poltak.

Soal panjat-memanjat, Poltak hanya kalah dari tupai.  Itu keahliannya.  Dengan cepat dia memanjat tiang kerangka bantingan untuk naik ke atas.

Tapi, belum juga Poltak tiba di atas, mendadak kerangka bantingan itu bergerak hendak rubuh.  
"Poltak! Awas!"  Bapaknya berteriak mengingatkan. Sambil mencoba menahan tiang bantingan agar tidak sampai rubuh.

Yah, seperti sudah dikatakan, soal panjat-memanjat, Poltak  hanya kalah dari tupai.  Tapi bahkan seekor tupai pun sesekali jatuh juga karena salah hitung gravitasi. Jadi, adilkah menuntut Poltak untuk jangan sekali-kali jatuh? (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun