Najis rasanya ngomongin hantu di sini. Seperti pembual dari zaman metafisik saja layaknya. Sia-sia meyakinkan orang tentang keberadaan sesuatu yang tiada.
Kalau bukan demi penyembuhan Guido alias Reba Lomeh, bujang tani cengkeh asli Manggarai Flores itu, aku taksudilah berputihmata macam ini. Ketaklogisannya saat bicara soal hantu-hantu Pacar, tempat mukimnya, membuat saya terpanggil untuk mengembalikannya ke jalan yang kenthir.
Begini. Guido itu telah menulis artikel tentang dua sosok hantu perempuan, atau betina (?), yang pernah atau mungkin masih gentayangan di hutan Pacar. Namanya Kakartana, si cantik  yang gemar mandi telanjang dan Ineweu, gemar menyaru jadi babi betina. (Ingat, nama hantu lazimnya satu kata, untuk membedakannya dari manusia).Â
Kenapa Guido suka membicarakan sosok hantu perempuan? Freud punya jawabannya. Katanya, itu tersebab suara bawah sadar Guido, hasrat terpendam untuk menemukan nona pasangan hidup, teman cengkerama di pucuk pohon cengkeh berbunga. Secemen itulah alasannya.
Jauh dari menakutkan, cerita Guido tentang Kakartana dan Inaweu itu justru menggelikan, kocak, bikin ketawa cekakak-cekikik. Artinya, Guido gagal menyampaikan penjelasan logis tentang keberadaan hantu-hantu yang tak masuk akal itu. Itu menyedihkan sebenarnya untuk seseorang yang mengaku sebagai Leibnizian.
Ndilalah, aspek tak logis yang menjadi fokus babaran Guido spesifik terkait seksualitas, termasuk organ seks, tentu saja. Freud, sekali lagi Freud. Hasrat terpendam Guido. Menyedihkan, saudara-saudara.
Kakartana, kata Guido, doyan memerkosa bujang jomlo muda yang tersesat sendirian di hutan. Ini tidak masuk akal karena, pertama, Kakartana itu pasti pemalu sehingga hanya berani pada pria lajang muda yang sedang tersesat sendirian. Logikanya, jika pria itu sedikit berani menggoda Kakartana, pastilah hantu cantik ini akan ngiprit lari malu.
Kedua, tidak ada bukti berupa kesaksian dari korban perkosaan Kakartana karena, kata Guido, korban selalu tak bisa bercerita. Yah, apa pula yang bisa diceritakan, kalau kejadiannya tidak ada. Lagi pula, kalau mau ngarang, korban perjaka itu tidak punya referensi pengalaman sendiri, bukan?
Tapi, ini kata Guido lagi, pernah ada korban, terbukti alat kelaminnya bengkak. Nah, ini ngawur tingkat dewa. Sejak  kapan alat kelamin lelaki yang bengkak sebagai bukti dia telah diperkosa hantu? Memangnya dicambuki itu barang? Bisa saja itu akibat terbentur batu, terjepit akar pohon, atau digigit semut galak yang mengiranya sebuah pisang, bukan? Ada banyak kemungkinan penjelasan logis.
Kisah hantu Ineweu sama tak logisnya dan sama pula kocaknya. Kata Guido, hantu ini menyaru jadi babi betina dengan "susu", ambing dan puting, yang panjang. Tidak disebut sepanjang apa tapi, ya, mestinya paling kurang dua sampai tiga meterlah.
Jika demikian, maka sulit dibayangkan Ineweu tak akan menghadapi risiko ambing atau putingnya terinjak sendiri, terjepit akar, terbentur batu, dipatuk ular, atau digigit hewan liar karena dikira cacing raksasa. Ingat, jumlah ambing babi ada empatbelas, lho.