Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #014] Tamu dari Timur

30 September 2020   15:45 Diperbarui: 1 Oktober 2020   10:28 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dusain Sampul: Felix Tani; Foto: Erabaru.com

Pembicaraan antara kakak-beradik berlangsung gayeng.  Poltak, status anak kecil,  lebih banyak berdiam diri.  Begitulah normanya.  

Diam itu bagus untuk Poltak.  Dia bisa  konsentrasi menikmati kue bolu, buah tangan istimewa dari Ama dan Nai Rotua, kakek-neneknya itu.  Itu sebuah kemewahan untuk anak Panatapan.  Belum tentu terjadi sekali dalam setahun.  

"Hasil panen kami jelek sekali,"  Ama Rotua membuka pembicaraan setelah kenyang makan bersama dengan lauk gulai ayam. Begitulah orang Batak.  Makan kenyang dulu, baru bicara.  Sebab hanya orang kenyang yang bisa berpikir dan berbicara jernih.  

"Kemarau panjang.  Sawah kami puso, Abang."   Diam sejenak.  "Karena itu kami datang ke sini. Mudah-mudahan ada gabah yang boleh kami bawa pulang untuk memberi makan anak-anak kita di rumah,"  lanjutnya.

"Bah, begitu, ya."  Kakek Poltak menghela nafas. "Tak banyak juga hasil panen kami di sini.  Tapi kita berbagi dari yang sedikit itulah.  Anak-anak harus makan. Harus tetap sehat semua."

"Terimakasih banyaklah, Abang.  Kami bisa bernafas lega lagi," balas Ama dan Nai Rotua bersamaan.  

Begitulah tolong-menolong tetap terbuhul antara orang Batak di Toba dan kerabatnya di Timur. Sifatnya timbal-balik.  Kali ini orang Timur minta tolong kepada kerabatnya di Toba.  Lain waktu, orang Toba yang minta tolong kepada kerabatnya di Timur.  Jarak geografis tak melunturkan ikatan kekerabatan orang Batak.

"Poltak, kelak kau jangan menjadi petanilah seperti kami kakekmu ini. Sengsaralah hidup petani itu." Ama Rotua menasihati Poltak, sambil menepuk-nepuk bahunya.

"Kalau sudah besar nanti, dia akan menjadi insiniur kebun," sambar Kakek Poltak.

"Bah.  Bagus kalilah itu.  Insiniur-insiniur kebun di perkebunan Sumatera Timur itu hidupnya enaklah. Banyak duitnya. Rumah bagus, istri cantik."  Ama Rotua menguatkan.

"Bah! Aneh pula bicaramu!  Maksudmu, aku ini jelek! Begitu, ya!"  Nai Rotua tiba-tiba menyentak suaminya.  Suasana seketika tegang.  Mendadak Poltak merasa dirinya seekor pelanduk di tengah empat ekor gajah. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun