"Bistok, pegang kaki depannya. Binsar, kau pegang kaki kiri belakang. Poltak, pegang kaki kanan belakang. Pegang kuat. Jangan sampai lepas." Nenek Poltak memberi instruksi.
Babi malang itu tiarap lekat ke tanah. Tak berdaya dikunci tiga sekawan Poltak, Binsar dan Bistok. Dia hanya bisa menguik keras. Ah, tepatnya, Â menjerit histeris. Instingnya mengatakan, "Habislah kau, babi." . Â
Proses kebiri itu, tanpa bius, Â berlangsung cepat. Setelah kantong biji babi malang itu diolesi minyak tanah, sebagai antikuman, nenek Poltak memencetnya sampai jendul. Lalu secepat kilat kulit kantong biji itu dibeset pakai belati. Dalam hitungan detik, dua biji lonjong sudah pindah tempat ke dalam baskom. Â
Tak terkira jerit kesakitan babi jantan malang itu pada momen pencopotan dua biji kebanggaannya. Udara Panatapan penuh oleh jeritnya. Sampai-sampai para burung pun berhenti berkicau.
Sedikit berempati. Dari perspektif babi, secara fisik dikebiri itu sakitnya luar biasa. Tapi lebih sakit dari itu, secara psikis, Â adalah fakta kehilangan kejantanan dalam hitungan detik di tangan nenek-nenek. Â
Duduk mengamati di teras rumah, kakek Poltak mengerinyitkan dahi dan memicingkan mata. Mendesis, meringis ngilu, seakan dia yang dikebiri.
Nenek Poltak dengan cepat mengisi kantong kosong di pantat babi malang itu dengan campuran singkong parut, bubuk belerang dan minyak kelapa. Untuk membunuh kuman, berkas mendong disulut lalu disundut-sundutkan ke pantat babi itu. Â
Seusai itu semua, babi malang itu dilepas. Di bawah tempik-sorak anak-anak, dia langsung lari sembunyi ke bawah perdu. Meringkuk di situ kehilangan harga diri.
Nenek Poltak terlihat sangat puas dengan hasil kerjanya. Â Dia baru saja melakukan sesuatu yang sangat ingin dilakukan setiap perempuan terhadap laki-laki yang tak bisa menertibkan kejantanannya. Terutama bila lelaki itu adalah suaminya.
"Ini diapakan, Ompung?" Poltak menanyakan nasib biji kembar kejantanan babi itu.
"Berikan sana ke ompungmu," ujar nenek Poltak enteng, Â sembari melirik sedikit sengit ke arah kakek Poltak, suaminya. Masih ada buntut cekcok di rumah Ompung Toruan, terkait peristiwa Losung Aek, rupanya.