"Ompung! Tangan Si Benget! Â Tolong!" Â Poltak berteriak sejadi-jadinyanya. Berimpitan dengan jerit histeris Benget.
Nenek Poltak berlari mendekat, melihat apa yang terjadi. Â
Celaka. Ujung lengan kanan baju hangat rajutan yang dikenakan Benget tergulung oleh sumbu besi as lesung yang berputar pada dudukannya. Â
Rupanya, sewaktu Benget meraba sumbu besi, ada benang rajutan yang lepas menjulur lalu tergulung oleh sumbu yang berputar itu. Â
Akibatnya fatal. Seluruh ujung lengan baju itu ikut tergulung, lalu menarik serta lengan Benget. Jika dibiarkan, maka lengan Benget akan patah atau lepas dari sikunya.
"Poltak! Â Tarik kuat-kuat lengan baju adikmu! Jangan kendur!" Â
Nenek Poltak berteriak sekeras-kerasnya, sambil berlari secepat kilat, keluar dari rumah Losung Aek. Poltak belum pernah melihat ada seorang nenek berlari secepat itu.
"Tahan tanganmu, Benget!" Poltak berteriak kepada adiknya.Â
Sementara Poltak sendiri mencengkeram lengan baju Benget dan menariknya, melawan putaran sumbu as lesung, sekuat tenaga.
"Andaikan Bistok ada di sini," pikir Poltak sekelebat, membayangkan kehandalan Si Kaki Tampah itu menahan dorongan dan tarikan.
Beruntung benang baju rajutan itu elastis dan mudah terurai. Â Kekuatan tarikan Poltak dan Benget menyebabkan ujung lengan baju itu melar. Â Dengan begitu jarak tangan Benget bisa tetap terjaga dari sumbu putar, sementara berkas benang lengan bajunya tetap tergulung.