Jika Tim itu benar hendak menyatakan solidaritasnya kepada Veronica, maka selayaknya dana tadi diserahkan langsung kepada Veronica. Setelah itu barulah Veronica, atas namanya sendiri, yang membayarkannya ke Kas Negara. Itu baru benar secara administrasi keuangan.
Kedua, jika LPDP Kementerian Keuangan menerima pengembalian dana beasiswa oleh Tim Solidaritas Ebamukai, itu berarti memperlebar persoalan dari tadinya hanya persoalan administrasi keuangan negara dengan seorang warga bernama Veronica Koman menjadi persoalan politik HAM Papua. Â Lebih dari itu, dengan menerima dana tersebut, LPDP telah masuk ke dalam politik praktis.
Disebut masuk "politik praktis" karena dalam kasus ini Veronica Koman dan Tim Solidaritas Ebamukai telah memposisikan diri di satu kubu politik yaitu pembela HAM Papua. Â Kubu ini meyakini dan membuka fakta adanya pelanggaran HAM serius kepada rakyat Papua. Artinya, Tim Solidaritas Ebamukai itu adalah suatu kekuatan politik praktis.
Implikasinya, jika LPDP menerima pembayaran dari Tim Solidaritas Ebamukai, maka hal itu bermakna menerima "uang tebusan" untuk seorang "sandera politik". Â Pada hal Veronica bukan sandera politik. Â
Veronica kini adalah seorang warga negara yang ditetapkan Polda Jawa Timur  menjadi tersangka penyebar hoaks terkait peristiwa penyerangan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya (Agustus 2019).  Statusnya kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dua alasan itu sudah cukup bagi LPDP Kementerian Keuangan untuk menolak penhembalian dana beasiswa Veronica Koman. Â Intinya: jangan melanggar prosedur administrasi keuangan negara, jangan memperlebar urusan perseorangan warga menjadi persoalan masyarakat atau bangsa, dan jangan terbawa untuk berpolitik praktis.
Demikian pendapat saya, Felix Tani, seorang petani gurem yang ikut berjuang memberi makan bangsa, termasuk saudaraku di Papua sana.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H