"Kalian mau persahabatan kita putus?"
"Tidaklah!" Â Poltak dan Binsar menjawab bersamaan.
"Nah, bagus. Â Agar persahabatan kita abadi, kita harus bikin perjanjian."
"Perjanjian apa?" Â Poltak menyela.
"Ya, perjanjian setia kawan, bodoh!" Â sentak Binsar.Â
Walau sepantaran, Poltak itu terbilang keponakan untuk Binsar. Â Ayah Binsar, Ama Tiurlan, adalah adik kandung kakek Poltak, Ompu Poltak. Â Karena itu, Binsar terbilang amang uda, bapak muda, bagi Poltak. Â aitu dadatnya Binsar boleh bicara sedikit sembarangan kepada Poltak.
"Aku setujulah," Bistok mendukung ide Binsar.
"Baiklah kalau begitu. Â Bikinlah perjanjiannya, Binsar." Â Poltak akhirnya setuju juga.
Walau ada sedikit yang mengganjal di hati Poltak. "Bagaimana bisa setia kawan," pikirnya, "mereka berdua sudah sekolah, aku belum. Â Setia kawan macam apa itu?"
"Bukan aku! Kaulah yang bikin, Poltak! Â Kakekmu kan tetua kampung. Â Pintar bicara adat." Binsar melempar tanggungjawab. Â Khas Si Pemalas Mikir. Â
Memang benar kakek Poltak, Ompu Poltak itu tetua kampung Panatapan. Â Karena itu dalam acara-acara adat di kampungnya atau kampung tetangga, dia kerap tampil sebagai juru bicara.