Kuncinya adalah hubungan yang intim antara Poltak dan Ompungnya. Percakapan tadi adalah wujud komunikasi intim antar keduanya.Â
Sedemikian intim sehingga tak diperlukan lagi penggunaan kosakata baku dalam pembicaraan. Cukup dengan kosakata aha yang intim, keduanya sudah tiba pada satu kesepahaman.
Kosakata aha itu punya arti yang banyak. Tergantung pada maksud pengujar. Hebatnya, lawan bicara langsung paham artinya. Itulah buah keintiman relasi sosial.
[2]
Itu tadi fakta. Sekarang fiksi.
Sekumpulan anak Smurf sedang bermain di pekarangan rumah, di bawah terik matahari.
"Smurf banget. Ayo kita smurf," satu Smurf cilik berteriak sambil berlari menuju kolam. Smurf-smurf yang lain ikut berlari di belakangnya.
Sejurus kemudian anak-anak Smurf berlompatan ke dalam kolam sambil berteriak teriak, "Smurf! Smurf! Smurf!"
Para smurf kecil itu terlihat sangat smurf bermain air di dalam kolam.
Itu episode fiktif tentang kehidupan para smurf, merujuk pada buku komik "Smurf", karya Peyo (Pierre Culliford, Belgia) Â yang mendunia. Smurf adalah mahluk mini biru yang gemar mengganti satu kata dalam satu kalimat dengan kata "smurf".
Kalau tak paham pembicaraan anak-anak Smurf tadi, berarti kamu generasi smurf yang kurang smurf.
Maksud saya, "kamu generasi millenial yang kurang baca."