Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Anies Baswedan, Sang Fenomena Humor

22 Agustus 2020   18:27 Diperbarui: 22 Agustus 2020   18:43 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan (Foto: okezone.com)

Mengapa Anies Baswedan bisa menekuk Basuki Tjahaja Purnama (BTP) pada Pilgub DKI Jakarta tahun 2017?

Karena Anies memiliki rasa humor yang jauh lebih tinggi dibanding BTP. Itu penjelasan yang paling valid.

Sewaktu kampanye, Anies itu mampu menyampaikan program-program kerja yang humoris.  Sebaliknya BTP menyampaikan program-program kerja yang hororis.

BTP misalnya menawarkan program reklamasi pantai utara Jakarta.  Program ini mempersempit perairan. Karena itu  ditolak keras oleh masyarakat nelayan pantai utara Jakarta.

Sebaliknya Anies datang dengan program penghentian reklamasi pantai utara Jakarta. Dia datang dengan program perluasan daratan. Solutif banget, bukan?

Perhatikan bedanya. Reklamasi itu menimbun laut sehingga menyatu dengan bibir pantai. Sedangkan perluasan daratan itu menimbun bibir pantai sehingga semakin menjorok ke laut. Contohnya, perluasan kawasan Pantai Ancol sekarang ini. Cukup jelas, ya?

Contoh lain, untuk mengatasi banjir, BTP menawarkan program normalisasi sungai dengan implikasi penggusuran pemukiman warga dari bantaran kali. Terang saja warga bantaran kali menolak untuk digusur.

Sebaliknya Anies menawarkan progran naturalisasi sungai dengan implikasi penggeseran pemukiman warga di bantaran kali. Konsepnya membangun tanpa menggusur. Nah, ini yang dimaui warga bantaran sungai.

Tahu bedanya? Menggusur pemukiman dari bantaran kali berarti melenyapkannya dari jalur itu. Sedangkan menggeser pemukiman di bantaran hanya mendorong pemukiman ke arah luar bantaran, tapi masih tetap di situ.  Ide brilian, bukan?

Ketika kemudian para pengeritik menagih janji naturalisasi sungai, Anies bilang bendungan retensi di hulu harus selesai dan dioperasikan dulu. Maksudnya, dengan adanya bendungan itu  Jakarta akan bebas banjir.  Bebas banjir adalah syarat utama naturalisasi sungai. Cerdas sekali.

Ingat tagline Anies-Sandi waktu kampanye Pilgub Jakarta 2017? Ini dia: Maju Kotanya Bahagia Warganya. Anies benar-benar serius membahagiakan warga Jakarta.

Ukuran bahagia yang digunakan tampaknya merujuk pada teori kebutuhan Maslow.  Jika manusia sudah mencapai kebutuhan level 5, aktualisasi diri, berarti kadar bahagianya sudah tinggi.

Contoh paling sederhana bisa dilihat pada perilaku anak-anak kampung Jakarta sewaktu banjir.  Berenang di genangan banjir adalah bentuk aktualisasi diri bagi anak-anak. (Bagi lansia, itu namanya bunuh diri).  

Karena itu Anies bilang, "Banjir gak masalah. Anak-anak senang berenang di banjir." Artinya, banjir adalah program fasilitasi kebahagiaan warga junior Jakarta. Yang gak setuju, berarti gak pernah bahagia di masa kecilnya.

Salah satu bentuk aktualisasi diri yang ngetop dewasa adalah status di instagram. Semakin keren status di instagram, pertanda semakin tinggi level kebahagiaan. Itoe koentji kebahagiaan di era "Internet of Things" (IoT).

Anies agaknya paham benar soal kebahagiaan berinstagram itu.  Makanya dia membangun banyak spot instagramable di Jakarta. Misalnya spot waring Kali Item Kemayoran (waktu Asian Games), spot  JPO gundul di Jalan Sudirman dan Thamrin, dan spot instalasi bambu Getah-Getih di Bundaran HI (sudah dibongkar karena lapuk).

Yang terbaru, atap-atap rumah di sekitar Elevated U-Turn  "Tapal Kuda" di Lenteng Agung dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, akan dicat senada agar instagramable dari udara. Mungkin nanti di sana akan di buka destinasi wisata drone, untuk mengambil foto udara. Kalau gak punya drone, ya, silahkan pakai layangan koang.

Bahkan U-Turn Tapak Kuda yang diklaim sebagai yang pertama di Indonesia itu digadang-gadang akan mengalahkan Simpang Susun Semanggi yang dibangun BTP. Pertanyaannya, sejak kapan "Tapak Liman" (Gajah) kalah dari "Tapal Kuda"? Mungkin, sejak Jakarta dipimpin seorang gubernur humoris.

Jelas kiranya, Anies Baswedan itu adalah Sang Fenomena Humor.  Mampu menjadi, dan bertahan sebagai, Gubernur Jakarta karena keunggulannya sebagai sosok humoris. Semua bisa dibereskan dengan humor.

Jadi jangan pernah menganggap remeh seseorang humoris yang terjun ke dunia politik. Dengan kekuatan humornya, dia tidak saja mampu menjadi gubernur, tapi juga menjadi presiden.  

Jokowi adalah contoh terbaik.  Waktu kampanye Pilpres RI tahun 2019, Jokowi cenderung tampil humoris, sedangkan Prabowo cenderung "hororis" (Indonesia bubar dan isu-isu menakutkan lainnya). Hasil akhirnya: Jokowi menjadi Presiden RI, Prabowo menjadi Menhan RI.

Anies, dengan kekuatan humornya, berpotensi mengikuti kisah sukses Jokowi.  Lagi pula jarak dari Balai Kota Jakarta ke Istana Negara sangatlah dekat. Apa lagi ratusan pohon telah ditebang di Taman Monas: jalan menjadi lebih lapang.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun