Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Inilah Kesalahan Besar Pak Tjiptadinata

9 Agustus 2020   20:10 Diperbarui: 9 Agustus 2020   22:08 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepandai-pandai emak menyembunyikan durian di bawah kasur, akhirnya ketahuan juga. Apakah sendawa Poltak selepas makan jengkol berulat akan semerbak mewangi hanya karena dia berkumur pakai cairan pengharum pakaian? Durian itu,  biarpun sudah diendapkan di dalam lambung, tetap saja ketahuan dari bau nafas.

Pengandaian itu berlaku pula untuk Kompasianer yang paling disayang Admin K, Pak Tjiptadinata. Mengomentari artikel terbarunya, "Sebuah Penghargaan Tak Ternilai" (K.9/8/20), saya bilang tak bisa menemukan keburukan Pak Tjip untuk dijadikan bahan artikel. Kata Pak Tjip, dia sudah menyembunyikan semua kejelekannya di balik lemari sehingga mantan pacarnya pun tidak tahu.  

Ya, itu sebuah kelitan indah dari Pak Tjip. Aneh saja kalau seorang isteri lebih tertarik pada dinding di balik lemari ketimbang perhiasan di dalamnya. Lagi pula, tentang Pak Tjip, mantan pacar tunggalnya pernah berujar, "Saya hanya melihat satu matahari pada diri Pak Tjip, bukan 99 bintang hitam." Ah, so sweet, Bu Lina.  

Tapi begitulah. Sepandai-pandai emak menyembunyikan durian, sepandai-pandai Pak Tjip menutupi keburukan, suatu kesalahan akhirnya akan terlihat jika dibukakan sendiri. Itulah yang dilakukan secara jujur oleh Pak Tjip pada artikel "Horor Kehidupan (Pengalaman Pribadi)" (K. 8/8/20), satu dari lima artikelnya yang diterbitkan dalam sehari.  Hebatnya, 20 persen dari artikel itu menjadi "Artikel Utama".

Artikel "Horor Kehidupan" itu berkisah tentang peristiwa paha Pak Tjip, pemuda pemburu tupai, terpantek pagar bambu di Lubuk Alung Sumatera Barat tempo dulu.  Pak Tjip, menurut pengakuannya, over-confidence memanjat pohon lalu melompat ke seberang pagar bambu di bawahnya untuk mengambil seekor tupai yang  tertembak lalu jatuh di kebun warga. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga kalau kena tembakan Pak Tjip.

Begitupun dengan Pak Tjip, sepandai-pandainya melompat sekali waktu nyangsang juga di atas pagar bambu runcing. Itulah yang terjadi. Pak Tjip melompat tapi celananya nyangkut di pucuk pagar bambu. Akibatnya horor. Ujung sepotong pucuk pagar bambu menancap di paha atas Pak Tjip. Sedemikian parah sehingga solusinya harus ke rumah sakit. Tampaknya itu adalah lompatan terburuk di abad ini.

Kata Pak Tjip, horor terpantek pagar bambu itu terjadi akibat dia over-confidence. Tapi itu terdengar lebih sebagai dalih agar terkesan heroik di depan mantan pacar.  Fakta sesungguhnya, dalam kasus tragedi tertusuk bambu itu Pak Tjip telah melakukan tiga kesalahan besar dalam sejarah hidupnya. Saya akan tunjukkan secara jujur di sini.

Pertama, Pak Tjip sejatinya tak pernah melompati pagar. Kalau naik dulu ke atas pohon, baru kemudian melompat, itu namanya terjun dari atas ke bawah. Bukan melompat melewati pagar. Karena Pak Tjip terjun, ya masuk akal kalau dia kemudian mendarat di atas pagar bambu, bukan di sebelahnya. Sebenarnya lebih tepat dikatakan, Pak Tjip jatuh tanpa kendali dari atas pohon.

Kedua, Pak Tjip pakai celana yang membuatnya tersangkut di pucuk pagar. Seandainya tidak pakai celana, Pak Tjip pastilah tidak akan nyangsang di pagar. Misalkan waktu itu Pak Tjip pakai sarung, mungkin dia akan memilih naik ke pembaringan ketimbang berburu tupai. Dengan demikian warga Lubuk Alung tak perlu melihat seorang anak muda yang baik hati nyangkut di pagar demi seekor tupai mati.

Ketiga, setiap rumah ada pintunya, setiap pagar ada gerbangnya. Setiap orang, asalkan minta ijin, bisa melintas aman ke seberang pagar lewat gerbangnya, dengan atau tanpa celana. Tapi pemuda pemburu tupai rupanya lebih memilih cara melompat dari atas pohon, untuk membuktikan bukan hanya tupai yang bisa melompat.

Sekali dayung tiga pulau terlampaui, sekali lompat Pak Tjip bikin tiga kesalahan besar sekaligus. Karena kesalahan adalah hal buruk, maka sah sudah, saya telah menemukan hal buruk dalam sejarah hidup Pak Tjip. Bukankah itu sebuah prestasi? Ibaratnya saya berhasil menemukan sebutir pasir putih dalam sekarung gula pasir.

Mungkin ada yang berpikir bahwa saya berlebihan karena menilai peristiwa nyangsang di pagar sebagai kesalahan besar Pak Tjip. Baiklah, barang siapa yang berpikir seperti itu, saya tantang untuk menemukan kesalahan Pak Tjip yang lebih besar dari temuan di atas. Tantangan ini tentu tak berlaku untuk Ibu Lina.

Rekan-rekan Kompasianer, perlu saya ingatkan, tidaklah gampang mencari, menemukan, dan mengumumkan kesalahan Pak Tjip. Itu ibarat mencari seekor cacing betina yang terbelit di antara 99 ekor cacing jantan. Perlu  intuisi tajam dan sensitivitas tinggi terhadap serendipitas. Sudah terbukti dalam artikel ini, hanya ada seorang Kompasianer yang mampu, mau dan tega melakukannya.(*)

*Ditulis setulus hati sebagai apresiasi untuk kesediaan Pak Tjip menulis humor kehidupannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun