Skripsi itu bukan teroris. Â Karena itu tak perlu ditakuti. Dia hanya salah satu syarat kelulusan sarjana. Baca sekali lagi, hanya salah satu syarat kelulusan.
"Menulis skripsi itu sulit sekali." Â Itukah alasanmu takut? Jika benar itu alasanmu maka kupastikan dirimu sedang berbohong.Â
Bukan berbohong kepadaku. Â Tapi kamu sedang membohongi diri sendiri. Nanti aku beberkan alasan tuduhanku itu. Â
Sebelum membongkar kebohonganmu, aku ingin terlebih dahulu meluruskan istilah "penulisan skripsi" yang menurutku salah kaprah.
Istilah yang tepat adalah "penyusunan skripsi". Kegiatan itu terdiri dari empat tahapan yaitu penulisan usulan riset, riset lapangan, pengolahan dan analisis data, dan penulisan hasil riset. Â Cukup jelas?
Jadi, jika kamu bilang "penulisan skripsi' maka kamu sedang merujuk pada tahapan "penulisan hasil riset" saja. Â Apakah kamu tidak melakukan tiga tahapan sebelumnya?
Pertanyaan terakhir ini relevan hanya dan hanya jika kamu melakukan sendiri penyusunan skripsimu. Jika kamu menyewa jasa "tukang skripsi pinggir jalan" maka tak usah menjawab pertanyaan itu. Juga, kusarankan, berhentilah membaca artikel ini karena tidak akan berguna untuk manusia curang seperti kamu.
Jika istilah yang benar adalah "penyusunan skripsi", lantas mengapa pada judul artikel ini dicantumkan frasa "nulis skripsi"?  Oh, itu untuk merangsang minat bacamu. Juga untuk sekadar iseng  mengusik Kompasianer Khrisna Pabhicara yang alergi berat dengan frasa "menulis itu mudah".Â
***
Sesuai janjiku tadi, aku akan bongkar dulu kebohonganmu. Â Kamu bilang, "Menulis skripsi itu sulit sekali." Â Aku bilang, "Menulis skripsi itu tidak sulit." Â Hei, catat, aku bilang, "Tidak sulit." Â Aku tidak bilang, "Mudah." Â Itu dua hal yang berbeda.Â
Mengapa aku bilang, "Tidak sulit." Â Alasannya sangat sederhana. Â Kamu mulai menulis skripsi pada Semester Kedelapan, bukan? Â Berarti kamu sudah melewati tujuh semester.Â
Sekarang, coba akui secara jujur, selama tujuh semester itu berapa jumlah makalah perkuliahan yang telah kamu tulis? Â Kalau kamu bilang tidak ada, berarti kamu bolos kuliah selama tujuh semester.
Jika kamu kuliah di program studi yang terhimpun dalam gugus Sains dan Teknologi, maka kamu pasti sudah terbiasa menulis laporan hasil percobaan di laboratorium atau di lapangan, bukan? Â Â
Jika setiap minggu kamu dua kali melakukan percobaan, berarti kamu menulis dua laporan, bukan? Â Sekarang, masih bilang, "Tidak bisa menulis (laporan)?"
Begitu pun, jika kamu kuliah di program studi yang terhimpun dalam gugus Ilmu Sosial dan Humaniora, maka kamu pasti sudah terbiasa menulis makalah akhir perkuliahan, bukan? Belum lagi makalah-makalah kecil migguan. Jangan bohong, aku bukan orangtuamu.Â
Aku coba hitung-hitung, selama tujuh semester, seorang mahasiswa telah menulis sekurangnya 20 judul laporan atau makalah. Itu paling sedikit, lho. Kurang dari itu berarti dosen-dosenmu memble atau kamu kuliah di perguruan tinggi "penjaja ijazah".
Sekarang coba pikir hal ini. Â Kamu sudah pernah menulis sedikitnya 20 judul laporan atau makalah. Lalu kamu masih bilang, "Menulis skripsi itu susah sekali." Â Apakah perkataanmu itu masuk akal? Â Jelas tidak, bukan? Â Kamu telah membohongi dirimu sendiri.
Jika kamu sudah pernah menulis 20 judul makalah atau laporan perkuliahan maka kamu tidak akan mengalami kesulitan berarti untuk menulis skripsimu. Menulis makalah ilmiah dan skripsi itu sama kaidahnya. Â
Tapi tentu soalnya akan lain jika 20 judul makalah itu ditulis oleh teman yang kau sogok dengan segelas kopi dan semangkuk bubur kacang ijo.
Setelah kujelaskan seperti itu, masihkah kamu ngotot bilang "Menulis skripsi itu sulit sekali?" Kalau aku dosen pembimbingmu, jangan coba-coba bilang begitu kepadaku. Â Kamu akan kusuruh mengulang kuliah lagi dari Semester Pertama.
***
Aku sebenarnya hanya ingin mengingatkanmu. Kesulitan dalam penulisan skripsi itu bukan pada tahap penulisan hasil (laporan) riset. Â Tapi dalam tahap-tahap penyusunan usulan riset dan pengolahan serta analisis data. Â Mahasiswa umumnya, dengan kadar yang berbeda satu sama lain, terkendala pada dua tahap itu.
Kendala utama pada tahap penyusunan usulan riset (untuk skripsi) adalah penentuan topik dan perumusan masalah. Â Kamu harus berhasil memilih topik yang benar-benar baru, bukan pengulangan topik yang sudah banyak digarap orang lain. Â Topik itu juga harus memiliki nilai kepentingan, entah untuk perkembangan sains atau untuk praksis.
Jika topik sudah berhasil dipilih maka kesulitan berikutnya adalah perumusan masalah riset. Masalah apa yang akan kamu teliti? Â Nah, kamu dituntut ketat di sini. Â Masalah itu harus benar-benar dapat diteliti. Â Entah itu dengan menggunakan metode kuantitatif atau kualitatif.Â
Proses penentuan topik dan perumusan masalah riset ini yang membuat kamu harus bolak-balik bertemu dosen pembimbing sampai menceret-menceret, bukan? Â
Pada tahap ini dosen pembimbingmu memang akan berubah menjadi monster untuk memastikan kamu tidak jatuh ke jurang plagiasi. Â Kalau skripsimu plagiat maka dosen pembimbingmu juga ikut ketempelan hantu plagiat.
Sebenarnya penetapan topik dan perumusan masalah riset ini akan lebih mudah jika sebelumnya kamu sudah banyak membaca buku teks dan artikel hasil riset. Itu akan membuka wawasanmu. Â
Tapi kalau kamu kebanyakan membaca cersil dan manga, atau cuma baca diktat dan fotokopian hand-out dosen, ya, alamat kiamatlah untukmu.
Lepas dari kendala pertama itu, setelah riset lapangan, kamu akan berhadapan dengan kendala kedua yaitu pengolahan dan analisis data. Â Sebenarnya, dengan ketersediaan berbagai aplikasi pengolah data, tahapan ini sangat gampang. Â Kendalanya itu lebih pada aspek psikologis.Â
Begini. Â Setelah pulang dari riset lapangan, atau setelah mengumpulkan data (kuesioner) secara "daring", Â kamu pasti merasa energimu terserap parah, bukan? Â Lalu kamu mulai berpikir, "Ah, tinggal mengolah dan menganalisis data, lalu menuliskan skripsi. Gampanglah."
Kamu termakan pikiran "menggampangkan masalah". Â Lalu tumpukan data mentah itu dianggurkan dulu. Â Kamu mulai sibuk penyegaran diri. Refreshing, istilahmu. Â Nonton, main gim, makan bakso, jalan-jalan, pacaran dan lain sebagainya.Â
Akibatnya kamu memutus momentum lalu kehilangan dia. Â Setiap kali hendak kembali ke tumpukan data, kamu langsung hilang semangat. Tumpukan data itu lama-lama tampak sebagai mantan pacar yang pergi meninggalkanmu. Kamu benci, bukan?
Barulah ketika dosen pembimbing mengingatkan dan menebar ancaman drop out, kamu sudi lagi menggumuli tumpukan datamu itu. Kamu mulai mengolahnya lalu menganalisisnya.  Â
Kalau data sudah terolah, lalu tersaji dalam bentuk tabel korelasi, atau matriks, atau grafik, atau model persamaan, maka sudah gampang menganalisisnya bukan?
Sekali analisis data sudah selesai dilakukan maka proses penulisan skripsi akan mengalir lancar sampai kesimpulan akhir. Kamu tidak akan mengalami kesulitan lagi sebab kamu sudah pernah menulis paling tidak 20 judul makalah, bukan?
***
Kembali ke judul artikel ini, "Apa sih sulitnya nulis skripsi?" Â Saya sudah jelaskan, menulis skripsi itu tidak sulit. Â Hal yang sulit itu adalah penyusunan skripsi. Â
Dua kesulitan utama adalah, sebagaimana telah saya terangkan, pertama, penetapan topik dan perumusan masalah riset dan kedua, pengolahan dan analisis data. Â Â
Kalau kamu tidak mengalami kesulitan pada dua tahapan itu, berarti kamu itu mahasiswa jenius, atau kamu tidak pernah menyusun skripsi.
Aku menulis artikel ini bukan untuk maksud menggampangkan penyusunan skripsi. Â Tetapi untuk mengingatkanmu agar tidak mengumbar kebohongan bahwa menulis skripsi itu sulit sekali.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H