Modalnya merujuk panduan masak-memasak yang bertaburan di saluran Youtube. Maka dibikinlah pepes ikan mas, botok, ketimus, bugis, nagasari, lemper, arem-arem, dan nasi bakar.Â
Itu semua membuat Poltak takjub. Kehadiran pohon pisang itu ternyata mendorong kemunculan makanan dan jajanan kesukaannya di dalam rumah. Dulu semua itu harus dibeli, sekarang bisa dibikin sendiri. Gara-gara rangsang daun pisang.
Pikir Poltak, kalau para suami ingin ragam jenis makanan dan jajanan berbungkus daun pisang hadir di meja makan, maka tanamlah pohon pisang di depan rumah. Jika isteri tidak terdorong menciptakan berbagai jenis makanan, berarti isterinya tidak kreatif atau pemalas. Apa bedanya?
Sekarang satu batang pohon pisang tertua sudah mengeluarkan jantungnya, bunga pisang. Beberapa waktu lagi bunga akan menjadi buah. Buah akan membesar sampai akhirnya menjadi tua dan matang.
Berarti bakalan ada lagi jajanan baru di rumah seperti pisang goreng, pisang rebus, pisang bakar, nagasari, mata jeli, dan lain-lain. Alangkah asyiknya.
Pikir Poltak, kehadiran misterius pohon-pohon pisang di pekarangan rumah itu betul-betul karunia mukjizat. Mukjizat yang menggemukkan badan dan membahagiakan hati.
Tapi juga Poltak kini mendapatkan pemahaman baru tentang mukjizat. Sebuah mukjizat, seperti pohon-pohon pisang itu, ternyata berdampak penggemukan anggaran rumah tangga untuk pos belanja bahan makanan.
Jadi pemanfatan mukjizat juga punya implikasi anggaran, saudara-saudara! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H