Kita tidak pernah tahu bagaimana cara karunia hadir dalam hidup ini. Tiba-tiba saja dia ada di depan hidung tanpa pernah tahu asal-usulnya.Â
Ketika sesuatu yang baik itu tak bisa dijelaskan asal usulnya, maka imanlah yang berbicara. Tak bisa lain, dia adalah karunia.
Begitulah. Tahun lalu sejumlah bibit pisang tiba-tiba tumbuh di pekarangan rumah Poltak di Gang Sapi, Jakarta. Fakta bahwa rumah Poltak ada di kota, sementara pohon pisang kini langka di Jakarta, tak bisa lain kecuali sebuah mujizat kecil.
Dari mana asal-usul pohon-pohon pisang itu tak pernah diketahui. Satu hal yang pasti, mereka tumbuh dari biji. Apakah biji-biji itu terbawa dalam kotoran musang pandan, atau terbawa dalam taburan pupuk organik, atau dilemparkan tetangga yang iseng, tak pernah jelas ceritanya.
Itu sebabnya Poltak dan isterinya menerima kehadiran pohon-pohon pisang itu sebagai karunia surgawi. Ngapain pula pusing memikirkan asal-usulnya, kalau iman bisa menjawab pertanyaan?
Bukankah segala yang baik datang dari Tuhan dan segala yang buruk datang dari manusia atau setan?
Berbilang hari, minggu, dan bulan pohin-pohon pisang itu semakin besar dan meninggi mengejar atap rumah. Anakannya juga bermunculan sehingga mereka tumbuh menjadi sebuah rumpun yang kompak.
Poltak tak pernah tahu jenis pisang tersebut. Apakah pisang batu, pisang kapok, pisang tanduk, pisang uli, atau pisang anu, tak pernah jelas. Menurut Poltak itu adalah "pisang surga".
Faedah pertama yang diberikan rumpun pohon pisang itu adalah keindahan, estetika taman depan rumah. Pohon-pohon itu menambah rimbun dan hijau taman.
Faedah lainnya, pohon-pohon pisang itu menjadi tembok penghalang angin yang membawa debu dan udara panas. Alhasil udara yang bertiup ke arah rumah menjadi lebih bersih dan sejuk.
Hasil pertama yang dimanfaatkan dari pohon pisang itu adalah daunnya Sejak daunnya bisa dipanen, isteri Poltak menjadi kreatif untuk membuat jenis-jenis makanan yang menggunakan daun pisang sebagai pembungkusnya.