Seandainya Sosiologi tidak "mati", maka sejak awal program pembangunan sosial nasional mestinya sudah mengedepankan penumbuhan solidaritas sosial dalam masyarakat. Â Situasinya tidak akan separah seperti sekarang.
Jika kadar solidaritas dalam masyarakat tinggi, sudah pasti tidak akan terjadi peristiwa-peristiwa konyol serupa penumpukan penumpang di masa Covid-19 itu. Â Setiap orang akan bertanggungjawab pada keselamatan bersama, sehingga physical distancing tidak akan menjadi sesuatu yang teramat sulit seperti sekarang.
Pulang Kampung dan Involusi Pertanian Â
Presiden Jokowi membuka jalan untuk migran pulang kampung dari kota, khususnya Jakarta, ke daerah pedesaan. Â Kebijakan itu mendorong jutaan orang sudah pulang kampung.
Pada saat bersamaan, Gubernur Anies menerapkan kebijakan menutup pintu Jakarta bagi para migran yang sudah pulang kampung. Artinya mereka akan tertahan di pedesaan.
Presiden Jokowi mengijinkan pulang kampung untuk menghindari risiko penumpukan pengangguran di Jakarta. Â Sebab implementasi PSBB berimplikasi penutupan kantor, pertokoan, perusahaan dan pabrik, proyek konstruksi, dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya. Â
Bukan hanya tenaga kerja formal yang kehilangan sumber nafkah, tapi juga pelaku sektor informal yang berstatus migran. Sebab konsumen mereka pulang kampung atau membatasi diri belanja di kaki lima atau pada pedagang keliling.
Sekali lagi, Presiden Jokowi dan Gubernur Anies sama-sama tidak belajar sosiologi, khususnya Sosiologi Pedesaan. Jika Jokowi mengijinkan migran Jakarta pulang kampung, sementara Anies melarang mereka kembali ke Jakarta, maka apa yang akan terjadi di pedesaan?
Involusi pertanian. Itulah dampak sosiologis yang akan terjadi. Jumlah tenaga kerja di pedesaan meningkat tajam. Â Sementara lahan pertanian sebagai sumber nafkah terbatas, atau bahkan cenderung menyempit.Â
Akibatnya, jumlah tenaga kerja yang masuk ke pertanian akan berlebih. Sehingga terlalu banyak orang mencari nafkah pada terlalu sempit lahan pertanian.
"Kemiskinan terbagi", itulah akibat dari involusi pertanian itu. Rejeki dari lahan pertanian itu tetap jumlahnya, sementara jumlah tenaga kerja yang berbagi terlalu banyak. Sehingga setiap orang hanya akan mendapatkan sedikit saja.