Ketika Presiden Jokowi membuat distingsi “mudik” dan “pulang kampung”, sebagian anak bangsa ini protes.
“Itu sama saja, Pak Presiden. Sama-sama pulang dari kota ke kampung.” Begitu protes mereka riuh-rendah di media sosial.
Apakah Presiden Jokowi yang terlalu (maaf) bodoh sehingga tidak bisa melihat persamaan “mudik” dan “pulang kampung”?
Ataukah (sebagian) bangsa ini yang kelewat cerdas sehingga tidak bisa melihat perbedaan “mudik” dan “pulang kampung”?
Pak Jokowi sudah mencoba menjelaskan perbedaan “mudik” dan “pulang kampung”. Saya coba rumuskan dalam Bahasa yang (semoga) sederhana.
“Mudik” berarti “warga permanen kota pulang secara temporal ke kampung halaman hanya untuk keperluan ritus kolektif".
Sedangkan “pulang kampung” berarti “warga temporal kota pulang ke kampung halaman permanennya sebagai bagian dari strategi nafkah.”
Sudah jelas bedanya? Pelaku mudik adalah warga permanen kota sedangkan pelaku pulang kampung adalah warga temporal. Tujuannya sama, kampung masing-masing.
Tapi sifat kepulangannya beda. Mudik bersifat temporal, untuk kegiatan sosial-budaya/ keagamaan tertentu, lazimnya ritus kolektif.
Pulang kampung bersifat penegasan pada domisili permanen seseorang, yaitu sebagai warga kampung pulang dari cari nafkah secara temporal di kota.
***
Pembedaan “mudik” dan “pulang kampung” seperti itu mungkin akan dikejar dengan pertanyaan tentang beda “warga permanen” dan “warga temporal”. Bagaimana membedakannya?