Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Samosir, 1 Pulau 2 Batak Toba

4 April 2020   22:13 Diperbarui: 5 April 2020   16:07 5094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Suasana Pulau Samosir (Albert Supargo) Kompas.com

Sebelumnya kelompok Siraja Lontung itu tinggal di Sabulan, di seberang Samosir selatan. Akibat bencana banjir bandang yang meluluh-lantakkan seluruh desa, mereka lalu pindah ke Samosir.

Awalnya mereka masuk ke Samosir utara yang telah diduduki kelompok Naiambaton (Sumba). Tapi diusir oleh komunitas Simbolon dan Sitanggang. Lalu dibuat kesepakatan damai, dengan menarik garis batas imajiner wilayah Sumba dan Lontung yang disebut di atas.

Sejak itu Samosir terpenggal menjadi wilayah Sumba (utara) dan wilayah Lontung (selatan). Kelompok Lontung sendiri mendirikan bius utama di Urat, di bawah kepemimpinan "pendeta-raja" Ompu Paltiraja Sinaga. Ke bius utama ini antara lain bius Nainggolan dan huta Pandiangan dahulu berkiblat.

Samosir utara sendiri terdiri dari sejumlah bius. Semuanya berkiblat ke bius Baligeraja, bius utama belahan Sumba, di bawah kepemimpinan "pendeta raja" Sorimangaraja.

Catatan Akhir
Tuturan pemenggalan Samosir oleh dua belahan Batak Toba ini tidak dimaksudkan untuk mengungkit dan mengingatkan keterbelahan Batak Toba.

Faktanya, belahan Lontung itu secara tradisi (historis) adalah hulahula (pemberi istri) bagi belahan Sumba yang, karena itu, menjadi pihak boru (penerima istri). Jadi kedua belahan itu adalah moety, yang membentuk struktur dan kultur Dalihan Na Tolu orang Batak Toba.

Bahwa antara dua belahan itu pernah terjadi sengketa pertanahan (agraria) di masa lalu, itu justru menjadi pelajaran bagi orang Batak Toba masa kini. Dahulu batas huta dan bius sangat dihormati, kendati itu batas imajiner, atau batas alami.

Batas itu kini telah dikaburkan oleh administrasi pemerintahan modern, warisan kolonial. Sehingga kerap memicu sengketa agraria di Tanah Batak, baik antar kampung/ desa maupun antara masyarakat dan pemerintah.

Sebagai bagian dari upaya resolusi sengketa agraria semacam itu ada baiknya merujuk sejarah huta, horja, dan bius. Dengan cara itu akan diperoleh peta penguasaan tanah di Tanah Batak sesuai fakta sosio-historisnya. 

Peta itu bisa menjadi rujukan setiap kali ada konflik agraria, baik antar dua belahan maupun internal satu belahan Batak Toba.

Membuat peta agraria yang bersifat sosio-historis semacam itu terutama menjadi tugas pemerintah daerah. Dalam kaitan Samosir misalnya, tentu menjadi tugas Pemda Kabupaten Samosir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun