Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Begini Perspektif Bumi Datar a la Orang Batak Toba

15 Maret 2020   22:11 Diperbarui: 16 Maret 2020   17:30 3152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bumi datar (Sumber: documentarytube.com)

Tapi manusia Batak, penghuni banua tonga itu tidak harus menerima pasrah pelaksanaan kuasa-kuasa dewata-dewata tinggi itu. Manusia Batak memiliki hak untuk meminta langsung, melalui tonggo-tonggo, doa khusus, kepada Mulajadi Nabolon, agar kuasa-kuasa berdampak buruk tidak ditimpakan padanya. Minta agar kuasa-kuasa berdampak baik saja yang diturunkan atas manusia.

Penciptaan Bumi, Banua Tonga

Dalam kosmologi Batak, bumi atau banua tonga adalah ciptaan Boru (Dewi) Deang Parujar, ahli tenun, salah satu putri Bataraguru.

Kisah penciptaan bumi, yang dipersepsikan sebagai Tanah Batak, berawal dari pelarian Deang Parujar dari banua ginjang. Pelarian untuk menghindari perjodohan dengan Siraja Odapodap, putra Mangalabulan, yang bersosok kadal raksasa.

Deang Parujar melarikan diri dengan cara bergelantungan pada utas benang tenun. Di ujung benang, jauh di bawah banua ginjang, dalam kegelapan, kakinya menyentuh air samudra maha luas. Itulah permukaan banua toru, tempat semayam Raja Padohaniaji dan Boru Saniangnaga.

Karena situasinya gelap gulita, Deang Parujar memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk memberi terang. Maka jadilah terang sehingga Deak Parujar bisa melihat hamparan laut maha luas di sekelilingnya.

Untuk mendapatkan tempat berpijak, Deang Parujar kemudian memohon sekepal tanah kepada Mulajadi Nabolon. Sekepal tanah itu kemudian "ditenun"-nya menjadi sebidang tanah dayar di atas samudera.

Proses penciptaan tanah itu tidak mulus. Raja Padohaniaji, bersosok ular naga raksasa, berulang kali menciptakan gempa dengan cara menggoncangkan tubuhnya. Akibatnya tanah ciptaan Deang Parujar hancur berkeping-keping.

Tapi, dengan taktik "cinta palsu", Deang Parujar berhasil memperdaya lalu memasung Naga Padohaniaji pada sebuah tongkat sakti. Dengan begitu, Deang Parujar dapat melanjutkan "penenunan" tanah tanpa gangguan gempa. Tanah ciptaannya sedemikian luas sehingga mengubur Raja Padohaniaji di bawahnya.

Setelah tanah selesai tercipta, Deang Parujar merasa kesepian hidup sendiri di atas hamparan datar tanah kosong. Karena itu dia memohon kepada Mulajadi Nabolon agar diberi benih tanaman dan bibit hewan. Jadilah seperti itu. Maka tanah ciptaan Deang Parujar dipenuhi aneka tanaman dan hewan. 

Deang Parujar sangat bahagia melihat hamparan tanah ciptaannya begitu indah dan semarak dengan kehidupan. Itulah yang disebut sebagai banua tonga, bumi datar yang berada di antara banua ginjang dan banua toru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun