Tapi tempat angker masih dapat dipuja. Â Ibarat tikar lapuk, Â itulah dirimu jejaka. Oh perjaka oh lelaki. Â
Berpulanglah dikau jejaka. Â Berpulang tiada turunan. Berpulang tiada jejak."
Perjaka tua Batak, awalnya, diibaratkan Nahum sebagai barang dagangan yang tak laku. Â Tapi itu terlalu baik. Â Sebab dagangan sisa masih mungkin dijual pada hari pekan berikutnya.
Karena itu Nahum kemudian mengibaratkan perjaka tua itu dengan tempat keramat yang sepi, dihindari manusia. Â Tapi itu juga masih terlalu baik. Karena masih ada orang yang memberi sajen ke tempat keramat.
Akhirnya Nahum mengibaratkan perjaka tua itu dengan tikar lapuk, usang dan busuk. Tempat yang pantas untuknya adalah lubang sampah. Sadis banget.
Siapa yang tahu bahwa lagu "Nahinali Bangkudu" itu digubah Nahum Situmorang untuk meratapi dirinya sendiri? Â Dalam kehidupannya (1908-1966) Nahum tidak pernah menikah. Menjelang akhir hayatnya tahun 1966, Nahum menggubah lagu sedih yang teramat indah itu. Â
Renungkanlah syair lagu itu. Tidakkan kutukan patriarki itu sungguh mengerikan untuk seorang lelaki Batak? Sungguh berat, memang, menjadi lelaki Batak.
Sekadar informasi, "Nahinali Bangkudu" adalah lagu yang paling ditakuti lelaki Batak.
***
Untunglah akhir 1934 Pastor Sybrandus van Rossum, OFM Cap., missionaris Katolik, menyebarkan agama Katolik di Tanah Batak. Sejak itu lelaki Batak punya rujukan tentang "lelaki perjaka mulia". Â Itulah pastor, imam Katolik. Â Kemudian juga frater dan bruder. Â
Pastor, frater dan bruder hidup selibat demi karyanya di ladang Tuhan. Â Hidup mereka mulia dan dihormati orang Batak. Â Walau tidak menikah dan karena itu tak punya keturunan biologis.