Secara adat, dalam pandangan orang Batak, lelaki tak menikah, atau perjaka tua, tidak ada nilai sosialnya. Â Karena di tak menyumbang pada keberlanjutan dan perkembangan demografis dan sosial orang Batak.
Jadi di sini tidak berlaku slogan "I'm single, I'm happy" tetapi "I'm single, I'm useless." Â Paling tidak, memang, organ reproduksinya tiada guna.
Saya pikir tidak ada penggambaran nasib "perjaka tua" Â yang lebih indah sekaligus menyayat hati dibanding syair lagu "Nahinali Bangkudu" gubahan Nahum Situmorang, komponis lagu Batak paling sohor.
Begini syair selengkapnya:
"Na hinali bangkudu da sian bona ni bagot. Bohama ho doli songon boniaga so apot. Ue amang doli o amonge.
Boniaga so apot langku do pe basa onan. Bohama ho doli tardongkon ho parsombaonan. Ue amang doli o amonge.
Atik parsombaonan boi dope pinele. Bohama ho doli songon buruk-buruk ni rere. Ue amang doli o amonge.
Matema ho amang doli. Mate di paralang-alangan da amang. Mate di paraul-aulan."
Dengan risiko kehilangan keindahan nilai puitisnya, terjemahan bebas syair lagu tersebut adalah sebagai berikut:
"Membelah batang nira didapat ulat sagu. Â Ibarat sisa dagangan, itulah dirimu jejaka. Â Oh perjaka oh lelaki.
Tapi sisa dagangan masih laku dijual pekan depan. Ibarat tempat angker, itulah dirimu jejaka. Oh perjaka oh lelaki.