Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pak Anies, Lanjutkan Revitalisasi Monas!

3 Februari 2020   19:04 Diperbarui: 4 Februari 2020   05:50 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Revitalisasi berdampak devitalisasi hutan kota di Monas Jakarta (Foto: kompas.com)

Seandainya pada hari ini diadakan pemungutan suara warga Jakarta, untuk memilih apakah melanjutkan atau menghentikan revitalisasi Monas yang telah dimulai Gubernur Anies Baswedan, maka sangat mungkin ada 58 persen warga yang memilih untuk dilanjutkan.

Mereka setuju dilanjutkan bukan karena rencana revitalisasi Monas itu layak secara ekologis, sosiologis, dan ekonomis. Tapi, saya pikir, lebih karena 58 persen warga itu tak sudi jika gubernur pilihannya menjadi "pecundang". Itu saja.

Pengandaian tadi tentulah irrelevan. Sebab kendati Monas itu ruang publik, keputusan penataannya, termasuk revitalisasi, bukan di tangan publik, khususnya warga Jakarta. Melainkan di tangan suatu Komisi Pengarah. Demikian amanat Keppres Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta.  

Komisi Pengarah itu diketuai  Mensesneg. Sekretarisnya adalah Gubernur Jakarta. Anggotanya, menurut nomenklatur kabinet sekarang, adalah Menteri PUPR, Menteri LHK, Menhub, Mendikbud, dan Menparekraf.

Revitalisasi Monas yang dilakukan Anies di sisi selatan kini dihentikan sementara karena sarat masalah.  Persetujuan Komisi Pengarah belum ada. Kredibilitas kontraktornya dipertanyakan. Sekitar200 tegakan pohon "raib" tak tentu rimba dari hamparan seluas 3.5 ha yang kini keras gundul.  

Setelah ditegur dan dikecam berbagai pihak, barulah kegiatan revitalisasi Monas itu dihentikan. Tapi kerja pengerasan areal gundul itu diperkirakan sudah mencapai  90 persen target. Bersamaan dengan itu Gubernur mengajukan permohonan persetujuan kepada Komisi Pengarah.  

Kesannya, Anies menerapkan jurus "hajar dulu,  urusan belakangan". Alias "fait accompli". Seperti jurus lelaki pecundang, "hamili dulu pacar, biar bapaknya nyerah".

Persoalannya, apakah Komisi Pengarah itu akan berlakon seperti "bapak yang nyerah karena putrinya kadung dihamili pacar pecundang"? Tentu saja tidak. Anies tetap harus mempertanggungjawabkan kegiatan revitalisasi yang "terlanjur" itu.  

***

Dalam rapat Komisi Pengarah sudah pasti Anies harus menjawab sejumlah pertanyaan kelas berat dari para anggota Komisi. Pasti kualitasnya tak akan semudah pertanyaan dalam debat Pilgub. 

Anies juga harus siap dengan data empiris untuk mendukung argumennya. Tidak cukup dengan keahlian "tata kata".    

Bayangkan kemungkinan sejumlah pertanyaan berikut.   

Menteri LHK: "Mengapa revitalisasi Monas berimplikasi devitalisasi ruang terbuka hijau?  Lalu apa langkah kongkrit Pemda Jakarta untuk mensubstitusi fungsi ekologis 200 pohon yang sudah ditebang?"

Menteri PUPR: "Seurgen apa pembangunan infrastruktur plaza baru di Monas dan sesignifikan apa kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, ekonomi rakyat dan kesejahteraan sosial masyarakat Jakarta?"

Mendikbud: "Pelajaran penting apa yang dapat dipetik para peserta didik Jakarta dari tindakan Pemerintah menggunduli vegetasi Monas demi pembangunan plaza?"

Menparekraf: "Sekarang eranya blue economy, setingkat di atas green economy. Apakah revitalisasi Monas berupa pembangunan plaza sudah memenuhi asas-asas blue tourism and creative economies?"

Menhub: "Apa implikasi dan kontribusi revitalisasi Monas berupa pembangunan plaza terhadap pembangunan transportasi modern di Jakarta?"  

Mensesneg: "Mengapa Gubernur Jakarta selaku Sekretaris Komisi Pengarah tidak tahu bahwa setiap kegiatan pembangunan di Monas harus mendapatkan persetujuan dari Komisi Pengarah?"

Tentu saja, sepeeti biasa,  Anies Baswedan dengan lancar akan menjawab setiap pertanyaan itu. Lepas dari soal apakah jawabannya relevan atau tidak, data pendukungnya valid dan kuat atau tidak, membumi atau mengawang, jujur atau berdalih.  

Prinsipnya, apapun jawaban Anies, menurut dugaan saya, keputusan Komisi Pengarah sudah bulat: "Pak Anies, silakan melanjutkan revitalisasi Monas."

***

Dugaan saya, keputusan untuk melanjutkan revitalisasi Monas yang telah dijalankan secara sepihak oleh Anies akan disertai dengan tiga rekomendasi mendasar.

Pertama, proyek revitalisasi yang sudah berjalan harus dihentikan dan dibatalkan karena berdampak devitalisasi ruang terbuka hijau Jakarta.  

Kedua, di atas lahan gundul keras hasil revitalisasi harus dilakukan proyek naturalisasi berupa pemulihan atau restorasi ekosistem hutan kota.

Ketiga, naturalisasi atau restorasi ekosistem hutan kota Monas harus mengakomodasi kepentingan sosial warga, antara lain wisata, pendidikan, atraksi seni, olahraga, dan diskusi tanpa mengorbankan ruang terbuka hijau.

Dalam bayangan saya, naturalisasi ekosistem hutan kota Monas di atas lahan gundul itu dapat mengadopsi konsep arboretum nusantara. Masing-masing provinsi, seluruhnya kini 34 provinsi, di Indonesia menyumbangkan pohon-pohon khas daerahnya. 

Jika tiap propinsi menyumbangkan 5 pohon besar, maka akan ada 170 tegakan pohon baru dari seluruh penjuru nusantara di Monas.

Bagaimana cara mewujudkannya? Gampang. Menteri KLH mengurus teknis pemindahan pohon besar. Sementara Menhub menyiapkan transportasi untuk pemindahan pohon.  

Menteri PUPR menjamin kesiapan infrastruktur jalan dan pelabuhan untuk mendukung proses pemindahan.

Menparekraf menyiapkan sarana wisata arboretum nusantara. Sedangkan Mendikbud menyiapkan sarana pendidikan di arboretum nusantara.  

Lantas apa peran Gubernur Jakarta? Tidak susah-susah amat. Cukup menjadi tuan rumah yang ramah, terbuka, dan rajin memelihara kelestarian hutan kota Monas. 

Begitulah pandangan saya, Felix Tani, petani mardijker, sekali-sekali punya "ide gila" mungkin ada juga faedahnya.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun