Pertama, proyek revitalisasi yang sudah berjalan harus dihentikan dan dibatalkan karena berdampak devitalisasi ruang terbuka hijau Jakarta. Â
Kedua, di atas lahan gundul keras hasil revitalisasi harus dilakukan proyek naturalisasi berupa pemulihan atau restorasi ekosistem hutan kota.
Ketiga, naturalisasi atau restorasi ekosistem hutan kota Monas harus mengakomodasi kepentingan sosial warga, antara lain wisata, pendidikan, atraksi seni, olahraga, dan diskusi tanpa mengorbankan ruang terbuka hijau.
Dalam bayangan saya, naturalisasi ekosistem hutan kota Monas di atas lahan gundul itu dapat mengadopsi konsep arboretum nusantara. Masing-masing provinsi, seluruhnya kini 34 provinsi, di Indonesia menyumbangkan pohon-pohon khas daerahnya.Â
Jika tiap propinsi menyumbangkan 5 pohon besar, maka akan ada 170 tegakan pohon baru dari seluruh penjuru nusantara di Monas.
Bagaimana cara mewujudkannya? Gampang. Menteri KLH mengurus teknis pemindahan pohon besar. Sementara Menhub menyiapkan transportasi untuk pemindahan pohon. Â
Menteri PUPR menjamin kesiapan infrastruktur jalan dan pelabuhan untuk mendukung proses pemindahan.
Menparekraf menyiapkan sarana wisata arboretum nusantara. Sedangkan Mendikbud menyiapkan sarana pendidikan di arboretum nusantara. Â
Lantas apa peran Gubernur Jakarta? Tidak susah-susah amat. Cukup menjadi tuan rumah yang ramah, terbuka, dan rajin memelihara kelestarian hutan kota Monas.Â
Begitulah pandangan saya, Felix Tani, petani mardijker, sekali-sekali punya "ide gila" mungkin ada juga faedahnya.(*)