***
Fakta itu terungkap secara tidak langsung dari tanggapan atau bantahan Anies Baswedan terhadap Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan kemudian juga terhadap Presiden Jokowi.
Dalam sebuah konferensi pers di Monas, seusai inspeksi banjir di Ciliwung pada 2 Januari 2020 lalu, Menteri Basuki mengungkap fakta empirik yang menohok. Dari 33.16 km ruas Ciliwung yang melintasi Jakarta, banjir tidak terjadi pada 16.19 km yang telah dinormalisasi semasa pemerintahan gubernur sebelumnya. Banjir terjadi pada ruas 17.50 km yang belum dinormalisasi.
Berangkat dari fakta itu, Basuki minta Gubernur Anies melanjutkan program normalisasi Ciliwung. Â Pada masa pemerintahan Anies, program itu telah dihentikan dan diganti dengan program naturalisasi sungai. Â
Tapi sampai awal 2020 ini, program naturalisasi belum juga dilakukan. Sehingga Kementerian PUPR tidak dapat memberikan dukungan. Â Sebabnya naturalisasi sungai tetap berimplikasi penggusuran warga dari bantaran kali. Sementara Anies sudah terlanjur berjanji untuk "membangun tanpa menggusur."
Bukannya mengakui kegagalannya memitigasi banjir besar, Anies justru "menyalahkan" kondisi di hulu, di daerah selatan khususnya Kabupaten Bogor.
Menurut Anies, selama volume air dari hulu tidak dikendalikan, maka banjir akan selalu terjadi di Jakarta. Sekalipun normalisasi sungai dilakukan. Dia menunjuk kasus kejadian banjir di Kampung Pulo, di tempat normalisasi sungai telah dilakukan.
Selanjutnya Anies lebih menyorot penyelesaian dua waduk retensi di hulu, yaitu waduk Ciawi dan Sukamahi Kabupaten Bogor, sebagai solusi utama banjir Jakarta. Â
Itu adalah proyek pemerintah pusat. Artinya Anies menyandarkan mitigasi banjir Jakarta pada ikhtiar pemerintah pusat.
Bantahan Anies pada Basuki bukan hanya tak mencerminkan kapasitasnya sebagai Gubernur Jakarta, tapi juga tak mencerminkan kapasitasnya sebagai seorang saintis. Â
Sebagai Gubernur Jakarta, seyogyanya bicara tentang mitigasi banjir yang dijalankannya di wilayah kekuasaannya. Tidak etis, juga tidak relevan, dia bicara tentang mitigasi banjir di wilayah kekuasaan Gubernur Jawa Barat. Â Atau malah di bawah Pemerintah Pusat, jika bicara pembangunan dam retensi Sukamahi dan Ciawi.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!