Pada hari itu juga, 16 Desember, saya berkirim e-mail kepada editor Courrier International. Menyatakan persetujuan, dan rasa bangga, atas rencana pemuatan artikel saya dalam media itu.Â
Saya belum mendapat jawaban apapun, sampai pada pagi 19 Desember ini, saya menemukan artikel tersebut sudah dimuat dalam Courrier International. Â
Sudah pasti saya senang dan bangga artikel saya dimuat dalam koran  kelas dunia.  Karena akan dibaca khalayak berbahasa Perancis, Portugis, dan Jepang di seluruh dunia.  Kepuasan utama penulis terjadi ketika artikelnya dibaca banyak orang. Jerih payah menulis langsung terbayar lunas.
Lebih bangga lagi karena artikel itu tampil sebagai artikel utama, a la une, headline atau artikel halaman depan. Bukan hal biasa. Membuat saya berpikir bahwa Admin Kompasiana memang tak sembarang dalam menentukan artikel utama.
Namun demikian, terkait pemuatan artikel di Courrier International itu, ijinkanlah saya menyampaikan tiga catatan kecil.
Pertama, Kompasiana ternyata dimonitor oleh para penerbit koran dunia. Lazimnya mereka punya editor yang menguasai Bahasa Indonesia. Â Mungkin yang mereka lihat nama Kompas(iana).Â
Karena yang dicatat sebagai sumber artikel saya adalah "Kompas". Â Tak mengapa. Fakta ini tetap membuktikan bahwa menulis di Kompasiana adalah menulis untuk warga dunia.
Kedua, selalu ada kemungkinan artikel Kompasiana diminati editor koran kelas dunia untuk dimuat dalam medianya. Tentu itu berlaku untuk artikel yang dianggap memiliki nilai untuk disebar-luaskan kepada warga dunia. Saya tidak mengerti seperti apa itu. Tapi ada baiknya mulai berpikir untuk menulis "apa yang sekiranya perlu diketahui dunia" di Kompasiana.
Ketiga, ada baiknya jika Admin Kompasiana bersedia mewakili Kompasianer membuat perikatan dengan media lain yang berminat pada artikel Kompasianer. Sebab Kompasianer, misalnya saya, tidak selalu paham seluk beluk aturan dalam bisnis penerbitan atau media massa. Khususnya terkait hak dan kewajiban sebagai penulis. Misalnya soal ada tidaknya remunerasi.
Demikian catatan saya, Felix Tani, petani mardijker, gembira artikelnya dimuat dalam Courrier Interbational. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H