Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Di Balik Alasan Marco Kusumawijaya Non-Aktif dari TGUPP Jakarta

18 Desember 2019   12:37 Diperbarui: 18 Desember 2019   16:15 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marco Kusumawijaya, anggota TGUPP Jakarta non-aktif (Foto: kompas.com)

Pertama, dengan langkah non-aktif atas alasan tugas sudah sekesai, Marco telah menggugat kerja tiga tim lainnya. Merujuk pengalaman Marco sendiri, harusnya tiga tim TGUPP lainnya semestinya sudah menyelesaikan tugas pokoknya. Sehingga ketua-ketua tim itu, serta anggotanya, seharusnya sudah bisa non-aktif juga seperti Marco.

Merujuk hasil kerja Marco, sejatinya tidak ada yang terlalu sulit dengan pekerjaan TGUPP, sehingga perlu waktu 5 tahun menyelesaikannya. Kecuali itu dibikin sulit demi kepentingan sendiri. Sebab yang namanya "percepatan", mestinya selesai dalam 1-2 tahun. Kalau kerja sampai tahun ke-5 berarti fungsi percepatan tidak jalan, alias gagal.

Kedua, langkah non-aktif Marco itu tohokan rekomendatif untuk Anies Baswedan, agar meninjau ulang relevansi dan urgensi TGUPP setelah dua tahun bertugas. Seperti Komite Pesisir, tiga komite lainnya juga harusnya juga sudah menyelesaikan tugas pokoknya. Sisanya tinggal pelaksanaan oleh organisasi Pemda.

Tersirat dari penjelasan Marco, bahwa TGUPP sebenarnya tidak perlu menjadi lembaga sebesar seperti sekarang. Anggota TGUPP cukup empat atau lima orang saja. Dipilih orang yang punya kompetensi tinggi di bidang-bidang yang menjadi fokus kerja TGUPP.  

Jika perlu dukungan tim kerja, maka cukup dibentuk tim adhoc. Tim ini membantu kerja TGUPP untuk bidang spesifik dan waktu terbatas. Tidak perlu tim fungsional TGUPP untuk masa lima tahun kerja seperti sekarang. Dengan cara itu anggaran TGUPP tidak perlu besar seperti sekarang ini.

Bagaimanapun, ini adalah sebuah tafsir atas sebuah fakta sosial.  Fakta non-aktifnya Marco dari TGUPP, dengan alasan tertentu yang disampaikannya. Tafsir bisa beda, tergantung sudut pandang dan metode tafsir. Tapi perbedaan itu untuk didiskusikan. Bukan untuk disengketakan. Begitu kalau kita mengaku punya etika.

Demikian pendapat saya, Felix Tani, petani mardijker, mimpi membangun pertanian vertikal di Jakarta.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun