Saya termasuk orang yang tak setuju pada pembentukan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) oleh Anies Baswedan, Gubernur Jakarta tahun 2017.
Menurut saya fungsi tim itu sebenarnya bisa langsung dijalankan sendiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur. Â Kalaupun diperlukan dukungan ahli, mungkin cukup mengangkat sekitar lima orang tenaga ahli Gubernur. Â Tidak perlu mengangkat 74 orang anggota "tim pendukung" (pada awal pembentukannya).
Saya punya perkiraan bahwa TGUPP sebenarnya tidak terlalu banyak kerjanya. Sebab tugas-tugas mereka untuk sebagian besar sudah melekat pada fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Â
Karena itu, dugaan saya sedari awal, pekerjaan TGUPP tidak banyak sehingga tak perlu kerja lima tahun lamanya. Jika anggota TGUPP kerjanya benar, setelah satu atau dua tahun mungkin dia sudah bisa minta berhenti. Daripada digaji tanpa kerja nyata.
Saya tadinya tidak punya cukup data subyektif (pengakuan anggota TGUPP) untuk membuktikan dugaan itu.  Sampai kemudian tersiar  kabar bahwa Marco Kusumawijaya, Ketua TGUPP Bidang Pengelolaan Pesisir memutuskan non-aktif dari tim itu per 1 Desember 2019.
Semula tidak begitu jelas musabab penon-aktifan diri itu. Â Kecuali disebut alasan untuk konsentrasi menulis buku. Alasan menulis buku itu, setahu saya, adalah alasan klasik paling indah. Â
Alasan "menulis buku" tidak pernah sahih sebagai alasan. Sebab seorang anggota TGUPP pastilah tidak bekerja 24 jam per hari selama 7 hari dalam seminggu. Jika ada niat, pasti bisa meluangkan waktu untuk nulis buku.
Untunglah rekan Kompasianer Bang Adam Jakarta membuka sedikit alasan Marco dalam sebuah artikelnya (lihat: "Ini Alasan Marco Kusumawijaya Keluar dari TGUPP DKI", kompasiana.com, 12/12/2019, alasan itu diberitakan juga di sejumlah media on-line). Jadi akhirnya saya punya sedikit data subyektif untuk membuktikan dugaan saya.
Saya tidak hendak melihat yang tersurat, tapi yang tersirat dari alasan itu. Artinya saya melakukan tafsir terhadap alasan tersurat dari Marco.Â
Tujuannya untuk mengungkap apa yang ada di baliknya. Ini cara "pelukisan mendalam" (thick description) ala C. Geertz, tapi versi sederhana. Â
Sebelumnya, sebagai data, saya perlu ringkaskan lebih dulu alasan tersurat dari Marco.