Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sudut Kolonial di Tanah Merdeka Sukamandi

14 Desember 2019   04:46 Diperbarui: 14 Desember 2019   13:35 1004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komplek pabrik serat sisal Ondernening Soekamandi dengan latar depan instalasi penyaringan air (Foto: digitalcollection.universeteitleiden.nl)

Belanda penjajah sudah lama pulang kampung. Tapi jejaknya masih tertinggal di tanah merdeka ini. Menjadi kenangan atas pemerasan isi bumi kita di masa lalu. Sekaligus wahana untuk berwisata ke era kolonial.

Komplek emplasemen BUMN PT Sang Hyang Seri (Persero) (SHS) adalah salah satu dari banyak jejak kolonial di bumi nusantara ini. Sebagaimana umumnya emplasemen perusahaan-perusahaan BUMN perkebunan, emplasemen SHS adalah situs peninggalan onderneming dari masa penjajahan.

Gudang pabrik sisal Onderneming Sukamandi Pamanukan en Tjiasemlanden dengan latar belakang cerobong asap pabrik (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Gudang pabrik sisal Onderneming Sukamandi Pamanukan en Tjiasemlanden dengan latar belakang cerobong asap pabrik (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Kunjungan saya ke emplasemen SHS Sukamandi pada Kamis (12/12/2020) lalu boleh dibilang sebagai wisata ke masa kolonial.  Pada sejumlah sudut, suasana kolonial masih kental terasa di sana.

Suasana itu terbentuk oleh sejumlah peninggalan onderneming yang tetap dipertahankan. Terutama sejumlah bangunan kolonial, gudang dan rumah. Serta pohon-pohon tua khas emplasemen, khususnya baobab dan trembesi.

Tapi sebelum mengisahkan penikmatan saya pada situs kolonial itu, saya ingin ceritakan sedikit asal-usul SHS. Sejarah ringkasnya sejak masa penjajahan sampai sekarang.

Sejarah Sukamandi
Komplek emplasemen SHS, sekitar 80 hektar, dan areal kebun benih padinya (sawah) sekitar 3,150 ha, sampai tahun 1964 adalah bagian dari De Onderneming Soekamandi der Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T).

Perusahaan P & T adalah perusahaan perkebunan milik pengusaha Inggris yang menguasai tanah partikelir Pamanukan dan Ciasem.   Bentang wilayah tanah itu, seluas total 348 km2, secara keseluruhan adalah wilayah yang kini  menjadi Kabupaten Subang.  

Tanah perkebunan itu dibentuk pemerintah kolonial tahun 1858 dengan status hak eigendom. Tahun 1910 tanah partikelir ini pindah tangan kepada  NV Maatschappij ter Exploitatie der Pamanoekan en Tjiasemlanden. Perusahaan ini berdiri tahun 1886, kantor pusatnya di Batavia.  

Pengelolaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden diserahkan kepada Anglo-Dutch Plantation of Java Ltd. yang berkantor di London. Ini adalah anak perusahaan NV Maatschappij ter Exploitatie der Pamanoekan en Tjiasemlanden. Perkebunan ini mengusahakan komoditas karet, teh, kina, kopi, sisal, cassava, dan randu.

Perkebunan sisal Onderneming Soekamandi Pamanoekan en Tjiasemlanden (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Perkebunan sisal Onderneming Soekamandi Pamanoekan en Tjiasemlanden (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Onderneming Soekamandi sendiri mulai dibuka tahun 1923. Lalu diresmikan tahun 1925 oleh J.R. Schenck de Jong, Residen Batavia waktu itu. Pada masa itu wilayah Karawang sampai Pamanukan masih berada di bawah administrasi Karesidenan Batavia.  

Tanaman utama yang diusahakan di perkebunan Sukamandi ini waktu itu adalah sisal (rami). Bagian yang diambil dan proses adalah serat kulit batangnya. Serat sisal terkenal kuat sehingga baik digunakan untuk bahan tambang, karpet, dan serat penguat ban.

Komplek pabrik serat sisal Ondernening Soekamandi dengan latar depan instalasi penyaringan air (Foto: digitalcollection.universeteitleiden.nl)
Komplek pabrik serat sisal Ondernening Soekamandi dengan latar depan instalasi penyaringan air (Foto: digitalcollection.universeteitleiden.nl)
Emplasemen Sukamandi pada masa itu adalah komplek pabrik pengolahan serat sisal untuk keperluan ekspor.

Bangunan-bangunan yang ada di komplek itu difungsikan untuk pekerjaan dekortikasi (pemisahan kulit berserat dari batang sisal), degumming (menghilangkan lendir pada serat dengan cara perebusan), pemutihan serat (pemanasan dan pencucian), pelurusan dan pemotongan serat, sampai penguraian bundel serat.

Gudang pabrik sisal Onderneming Soekamandi, sebelah kanan adalah kolam penjernihan air dan gudang pengolahan akhir serat sisal (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Gudang pabrik sisal Onderneming Soekamandi, sebelah kanan adalah kolam penjernihan air dan gudang pengolahan akhir serat sisal (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Pada masa kemerdekaan, tahun 1960-an, perusahaan P & T terkena kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan kolonial di Indonesia.

Perusahaan perkebunan Sukamandi ini dialihkan ke bawah pengelolaan Perusahaah Tapioka dan Rosela Sukamandi Jaya.  

Rumah kuli kebun Onderneming Sukamandi (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Rumah kuli kebun Onderneming Sukamandi (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Tapi karena merugi, pada tahun 1966 pengusahaan tapioka dan rosela dihentikan. Lalu areal perkebunan diserahkan kepada Departemen Pertanian yang mengalih-fungsikannya menjadi sawah.

Pengelolaannya diserahkan pada Proyek Dewi Sri Jaya, sebuah proyek intensifikasi padi sawah.

Pada tahun 1968, Proyek Dewi Sri Jaya diubah dan diresmikan Presiden Soeharto menjadi Lembaga Sang Hyang Seri Sukamandi. Fungsinya untuk produksi benih padi unggul.

Pemandian umum untuk kuli Ondernemibg Soekamandi (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Pemandian umum untuk kuli Ondernemibg Soekamandi (Foto: digitalcollection.universiteitleiden.nl)
Selanjutnya tahun 1971 lembaga tersebut berubah bentuk menjadi Perum Sang Hyang Seri. Kegiatan intinya tetap produksi benih padi unggul untuk mendukung swasembada beras.

Tahun 1995, setahun setelah swasembada beras tercapai, status Perum berubah menjadi Persero. Bisnis intinya tetap produksi benih tanaman pangan unggul, khususnya padi.

Demikian sejarahnya. Sampai sekarang SHS Sukamandi tetap menjalankan bisnis produksi benih padi ungul bersertifikat.   Warga setempat masih menyebutnya Perum, walau statusnya sudah Persero.

Bangunan-bangunan emplasemen eks-pabrik sisal difungsikan untuk gudang benih dan bahan bantu produksi benih. Calon benih padi ditangkarkan pada areal 3,150 ha, eks-lahan perkebunan sisal (kemudian cassava dan rosela).

Sudut Kolonial
Memasuki emplasemen SHS Sukamandi, suasana perkebunan kolonial langsung terasa. Di tengah emplasemen terhampar tanah lapang luas.

Di sekelilingnya tegak rimbun pohon-pohon trembesi tua. Ditanam pada tahun 1920-an akhir. Seiring pembukaan Onderneming Soekamandi.

Tanah lapang emplasemen dikelilingi pohon trembesi tua dan rumah-rumah peninggalan Onderneming Soekamandi (Dokumentasi Pribadi)
Tanah lapang emplasemen dikelilingi pohon trembesi tua dan rumah-rumah peninggalan Onderneming Soekamandi (Dokumentasi Pribadi)
Di sebelah timur tanah lapang, berdiri tegak pohon baobab Afrika, setempat disebut asem buto atau Ki Tambleg, berusia seratusan tahun. Pohon baobab tua seperti ini hanya ada di bekas perkebunan P & T di Subang.

Pohon baobab Afrika di komplek SHS Sukamandi (Dokumentasi Pribadi)
Pohon baobab Afrika di komplek SHS Sukamandi (Dokumentasi Pribadi)
Menghadap tanah lapang, dipisahkan jalan komplek, rumah-rumah tua berdiri mengeliling. Rumah-rumah itu dulu dihuni pejabat kebun P &T, mulai dari tuan kebun, asisten kebun, kerani, mandor, sampai kuli.

Ukuran rumah menunjukkan posisi di perusahaan. Tuan kebun atau administratur tinggal di rumah paling besar. Asisten kebun, kerani, dan sinder di bawahnya. Sampai tipe terkecil untuk kuli kebun.

Tipe rumah petinggi kebun kolonial, sekarang rumah direksi SHS (Dokumentasi Pribadi)
Tipe rumah petinggi kebun kolonial, sekarang rumah direksi SHS (Dokumentasi Pribadi)
Sekarang juga masih begitu. Rumah-rumah besar ditinggali Direksi SHS. Ukuran sedang untuk General Manajer. Di bawahnya manajer dan asisten manajer. Lalu rumah terkecil untuk pegawai rendah.

Tentu, selain melestarikan rumah-rumah tua itu, kini SHS membangun juga rumah-rumah modern dan wisma untuk pegawainya. Bangunan rumah kolonial dan modern kini bercampur di sana.

Tipe rumah karyawan kebun kolonial, sekarang didiami karyawan SHS (Dokumentasi Pribadi)
Tipe rumah karyawan kebun kolonial, sekarang didiami karyawan SHS (Dokumentasi Pribadi)
Masuk ke zona belakang komplek, di bagian utara, segera tampak bangunan-bangunan tua bekas pabrik sisal P & T. Tetengernya adalah cerobong asap terbuat dari bata merah di bagian depan. Tingginya kurang-lebih 30 meter.

Cerobong itu dulu menjadi saluran pembuangan asap bakaran untuk perebusan serat sisal pada tahap degumming. Bekas tungku pembakaran ada di arah utara cerobong.

Sayang, tungkunya sudah rusak dan penuh semak. Tidak dipelihara.

Bekas cerobong pabrik sisal dengan latar depan tungku perebusan (Dokumentasi Pribadi)
Bekas cerobong pabrik sisal dengan latar depan tungku perebusan (Dokumentasi Pribadi)
Di arah timur cerobong, terdapat bangunan-bangunan tua bekas gudang pabrik sisal. Konstruksinya khas bangunan gudang kolonial. Sekarang satu bangunan digunakan SHS sebagai gudang benih padi.

Satu gudang lagi tidak bisa digunakan. Karena diokupasi ribuan kalong yang tidak bisa diusir. Upaya pengusirannya beberapa kali berujung jatuh sakit pada pengusir.

Katanya dalam mimpi didatangi sisok manusia kalong yang minta agar rakyatnya tidak diusir. Boleh tidak percaya.

Bangunan gudang dengan latar belakang cerobong (Dokumentasi Pribadi)
Bangunan gudang dengan latar belakang cerobong (Dokumentasi Pribadi)
Lalu, di arah tenggara cerobong terdapat kolam-kolam dan bangunan pengolahan akhir serat sisal. Kolam-kolam itu dulu digunakan untuk penjernihan air. Sebagian air digunakan untuk pencucian dan perendaman serat sisal. Sekarang kolam itu dianggurkan.

Sedangkan bangunan pengolahan dulu dipakai untuk pelurusan, pemotongan, dan penguraian bundel serat sisal. Sekarang digunakan SHS untuk gudang penyimoanan bahan bantu produksi benih. Antara lain karung dan kemasan benih padi.

Bekas kolam penjernihan air dengan latar belakang gudang finishing serat sisal, sekarang gudang bahan bantu pabrik benih (Dokumentasi Pribadi)
Bekas kolam penjernihan air dengan latar belakang gudang finishing serat sisal, sekarang gudang bahan bantu pabrik benih (Dokumentasi Pribadi)
Berdiri sendirian di antara bangunan-bangun tua ini, rasanya saya seperti terlempar ke masa lalu. Ke masa kolonial, ke tengah onderneming Soekamandi. Saya berdiri di situ, di pabrik serat sisal milik bangsa Eropa, kolaborator penjajah. Saya adalah seorang dari rakyat jajahan itu. Bersama kuli-kuli onderneming yang dicekam kemiskinan.

Kicau merdu cucakrowo di pucuk beringin tua, di selatan cerobong, menyadarkan saya. Bahwa kini kedua kakiku menjejak tanah merdeka Sukamandi.

Sudut kolonial ini adalah kenangan atas masa lalu. Kenangan tentang penggal sejarah yang ikut membentuk alam Sukamandi merdeka.

Agrowisata Kolonial
Sambil bersiul melangkah keluar dari sudut kolonial Sukamandi, saya berpikir, alangkah bagusnya jika emplasemen SHS Sukamandi ini dikembangkan menjadi destinasi agrowisata kolonial.

Di tempat ini orang bisa belajar tentang struktur sosial onderneming kolonial. Terbaca dari struktur pemukiman dan model rumah. Petinggi tinggal dalam rumah besar di pusat komplek. Kuli tinggal di lingkar luar dalam rumah kecil.

Juga masih bisa belajar tentang organisasi produksi pada pabrik serat sisal era kolonial. Struktur pabrik masih utuh. Sehingga alur proses produksi masih bisa dibaca dengan mudah. Ini pengetahuan langka, di era serat baja dan fiber kini.

Tentu, selain itu, orang bisa juga memuaskan sisi narsisnya di sini. Selfie ataupun wefie. Atau lebih baik dari itu, mungkin foto pre-wedding. Dengan tema agroindustri masa kolonial. Adakah yang lebih eksotis dari itu?

Tempat ini mudah dijangkau. Tepat di tepi jalan raya Pantura lama, di Desa Sukamandi, Kecamatan Subang Jawa Barat. Tempat ini adalah oase, tempat diri memuaskan dahaga akan kisah-kisah masa lalu, masa kolonial.

Demikian kisah perjalananku, Felix Tani, petani mardijker, sering terlontar ke masa lalu.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun