Jadi, selama perangkat komunikasi elektronik ada di ruang kelas, atau di tangan murid, maka mustahil tercapai "kemerdekaan belajar". Bagaimana mungkin meraih "kemerdekaan" jika guru dan murid membiarkan diri diinvasi ragam perangkat komunikasi elektronik itu?
Di era teknologi 4.0 kini, inovasi teknologi komunikasi telah menjadi invasi kedaulatan individu manusia. Sehingga mustahil meraih "kemerdekaan belajar", kecuali semua perangkat komunikasi elektronik itu disingkirkan dari ruang kelas.
Andalkanlah papan tulis sebagai medium kemerdekaan belajar. Papan tulis yang kosong di awal jam pelajaran. Penuh coretan di akhir pelajaran. Sebelum kemudian dihapus bersih.
Dalam sebuah artikel saya pernah menyitir almarhum Pak Andi Hakim Nasoetion, Guru Besar Statistika IPB, dengan keahlian Genetika Kuantitatif, yang mengatakan "Medium ajar terbaik dalam kelas adalah papan tulis." (baca: Ayo Kembali ke Papan Tulis, kompasiana.com, 2/5/2018)
Saya tidak hendak mengulang isi artikel itu. Intinya, menurut Pak Andi, papan tulis menjadi medium terbaik "Karena mengakrabkan guru dan murid." Inilah, saya pikir, inti ekologi kelas yang demokratis. Ekologi kelas yang memfasilitasi kemerdekaan belajar(-mengajar).
Papan tulis dengan kapurnya, tak pelak, adalah wadah kemerdekaan belajar di kelas. Di situ guru menumpahkan ilmu-pengetahuannya. Di situ pula murid menguji penguasaannya atas ilmu-pengetahuannya.Â
Dengan cara menjawab tantangan guru dan teman kelas. Atau mengajarkan satu topik pada sesama murid menggunakan "bahasa murid".
Papan tulis itu juga wahana kolaborasi. Di situ guru dan murid, atau murid debgan murid lainnya, menuangkan kreativitas untuk mencipta proyek sosial, budaya, dan ekonomi.Â
Setiap orang bebas menyatakan dan menuliskan gagagasannya. Juga bebas mengritik gagasan teman. Untuk tiba pada satu mufakat, suatu kesepahaman dan kesepakatan.
Kesepahaman dan kesepakatan, itulah hasil tertinggi komunikasi. Pertanda antara guru dan murid, serta antar murid, terjadi komunikasi multi-arah. Tidak seperti pada pengajaran bermodal "Power Point" yang hanya menghasilkan instruksi, pembicaraan searah, yang tidak tiba pada kesepahaman.
Jadi, Mas Nadiem, Mendikbud kami, jika ingin menciptakan kemerdekaan belajar di kelas, singkirkanlah semua perangkat komunikasi dari ruang kelas. Semua perangkat itu adalah penjajah, perampas kedaulatan individu, perampas "kemerdekaan belajar".