Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Asem Buto, Pohon Pangan yang Angker di Sukamandi

31 Oktober 2019   10:38 Diperbarui: 2 November 2019   16:17 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali ke asem buto atau Baobab Afrika milik SHS. Mengingat perusahaan ini BUMN Perbenihan, khususnya tanaman pangan, alangkah baiknya jika ia menggagas program pembibitan asem buto. Pohon ini gampang dibiakkan. Cukup dengan stek dahan atau ranting. Di komplek SHS Sukamandi ada beberapa anakan asem buto yang berasal dari ranting pohon yang tumbang.

Saya membayangkan daerah seperti Banten, Gunung Kidul, NTB, NTT, dan Sulawesi yang kering adalah habitat yang cocok untuk asem buto atau baobab ini.

Jika SHS mampu menyediakan bibitnya, tentu dengan dukungan pemerintah (Kementerian Pertanian dan Kementerian LHK), maka suatu saat nanti, katakanlah tahun 2050, daerah-daerah itu akan menjadi lumbung pangan berbasis baobab, sebagai substitusi beras, bagi Indonesia.

Saya pikir sudah saatnya juga pemerintah serius mengembangkan pangan alternatif benilai gizi dan ekonomi tinggi. Asem buto atau Baobab Afrika adalah jawabannya. Perlu mengubah fungsi pohon ini dari sekadar "kraton mahluk halus" yang menyeramkan menjadi "sumber pangan (dan obat)" yang menghidupkan manusia.

Ya, asem buto itu adalah pohon pangan, harapan kedaulatan pangan Indonesia di masa depan. Pohon pangan yang hanya sekali tanam untuk dipanen selama ribuan tahun. Inilah pohon pangan abadi.

Demikian cerita saya, Felix Tani, petani mardijker, bermimpi asem buto menjadi pohon pangan berkelanjutan bagi rakyat Indonesia.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun