Kembali ke asem buto atau Baobab Afrika milik SHS. Mengingat perusahaan ini BUMN Perbenihan, khususnya tanaman pangan, alangkah baiknya jika ia menggagas program pembibitan asem buto. Pohon ini gampang dibiakkan. Cukup dengan stek dahan atau ranting. Di komplek SHS Sukamandi ada beberapa anakan asem buto yang berasal dari ranting pohon yang tumbang.
Saya membayangkan daerah seperti Banten, Gunung Kidul, NTB, NTT, dan Sulawesi yang kering adalah habitat yang cocok untuk asem buto atau baobab ini.
Jika SHS mampu menyediakan bibitnya, tentu dengan dukungan pemerintah (Kementerian Pertanian dan Kementerian LHK), maka suatu saat nanti, katakanlah tahun 2050, daerah-daerah itu akan menjadi lumbung pangan berbasis baobab, sebagai substitusi beras, bagi Indonesia.
Saya pikir sudah saatnya juga pemerintah serius mengembangkan pangan alternatif benilai gizi dan ekonomi tinggi. Asem buto atau Baobab Afrika adalah jawabannya. Perlu mengubah fungsi pohon ini dari sekadar "kraton mahluk halus" yang menyeramkan menjadi "sumber pangan (dan obat)" yang menghidupkan manusia.
Ya, asem buto itu adalah pohon pangan, harapan kedaulatan pangan Indonesia di masa depan. Pohon pangan yang hanya sekali tanam untuk dipanen selama ribuan tahun. Inilah pohon pangan abadi.
Demikian cerita saya, Felix Tani, petani mardijker, bermimpi asem buto menjadi pohon pangan berkelanjutan bagi rakyat Indonesia.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H