Perlu dicatat, di satu pihak integrasi Prabowo ke dalam kabinet adalah ujian berat bagi Prabowo dan Gerindra. Prabowo harus membuktikan bahwa dirinya dan partainya adalah Pancasilais dan Nasionalis sejati. Seperti yang didengungkan selama ini. Jika tidak maka partainya berisiko memanen citra negatif.
Di lain pihak, Jokowi memang sedang memainkan strategi "domestikasi oposisi". Â Membawa kekuatan oposisi yang "liar" dari ruang publik ke dalam ruang "domestik" (kabinet). Â Sebab lebih mudah mengelola oposisi yang berada di dalam rumah ketimbang yang berkeliaran di luar rumah. Tapi, jelas, ini memang memerlukan kapasitas seni berpolitik halus tingkat tinggi.
Pada akhirnya mungkin tinggal rakyat yang gelo. Lha, untuk apa kita dulu gontok-gontokan sampai terpolarisasi saat Pilpres 2019 jika ternyata Jokowi dan Prabowo ujungnya bersatu? Hei, ada apa dengan kita, coba renungkan, apa buruknya sebuah persatuan?Â
Lagi pula setiap warga negara mestinya sadar bahwa kampanye Pilpres 2019 adalah sebentuk "permainan politik", dan warga ikut bermain di dalamnya.Â
Setiap pemain, sebagai "homo ludens" mestinya sudah mendapatkan kesenangannya sendiri dari permainan itu. Apapun bentuknya. Termasuk sekadar seporsi nasi bungkus. Jika ada yang kebablasan sampai saling tikam atau suami isteri pisah ranjang atau bahkan cerai, maka mereka telah salah bermain.
Demikian pendapat saya, Felix Tani, petani mardijker, menulis dari tengah hamparan rumpun padi menguning.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H