Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Para Perempuan Roguing di Tengah Sawah Sukamandi

10 Oktober 2019   10:31 Diperbarui: 10 Oktober 2019   12:21 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan kebun benih padi PT Sang Hyang Seri yang sudah selesai roguing dan siap dipanen (Dokumentasi Pribadi)

Perempuan roguing? Ini kategori apa? Pasti asing di telinga orang kebanyakan. Tapi akrab di telinga para pelaku agribisnis benih. Sebab lulus tidaknya benih di tahap penangkaran, sepenuhnya ditentukan kinerja para perempuan roguing.

Agar jelas duduk perkara, saya jelaskan dulu arti kata roguing. Kata dasarnya rogue (B. Inggeris), artinya "remove inferior or defective plants or seedlings from (a crop)". Roguing berarti tindakan menyingkirkan tanaman atau bibit jelek atau rusak dari suatu areal pertanaman.

Perempuan roguing berarti perempuan pekerja roguing. Perempuan yang bekerja membuang tanaman atau bibit jelek atau rusak dari suatu areal pertanaman. 

Perempuan rouging termasuk dalam kategori buruh tani dengan keahlian khusus. Keahlian membedakan varietas tanaman utama dengan varietas tanaman lainnya atau varietas simpang alias devian (off-type).

Tugas perempuan rouging adalah membuang semua varietas simpang. Sehingga yang tertinggal di pertanaman seluruhnya varietas tanaman yang sama, seragam. Ini namanya penyeragaman atau pemurnian varietas tanaman. Bebas atau bersih dari campuran varietas lain (CVL).

Kegiatan roguing ini wajib dilakukan terutama pada usaha tani atau agribisnis perbenihan, khususnya pada proses budidaya penangkaran benih di lapangan. Sebab salah satu persyaratan kelulusan benih adalah kemurnian genetik. Artinya, harus dipastikan benih murni terdiri dari varietas yang sama.

Karena syarat kemurnian genetik benih itu, posisi dan peranan perempuan roguing dalam agroindustri perbenihan sangat penting. Merekalah penjaga terakhir kemurnian benih. Tanpa peran mereka, benih tidak akan memenuhi standar minimal kemurnian genetik, sehingga tidak akan lulus sertifikasi menjadi benih komersil.

Itu sekadar pemaparan arti roguing dan perempuan roguing. Sebenarnya kalau mengikuti kaidah Bahasa Inggris, pelaku roguing harusnya disebut roguer. Tapi sudahlah, istilah pe-roguing atau buruh roguing sudah lazim digunakan. Maka boleh pula pakai istilah "perempuan roguing".

***
Saya beruntung bisa menyaksikan para perempuan roguing ini bekerja. Kebetulan tanggal 3 Oktober 2019 lalu saya diundang PT Sang Hyang Seri (Persero) (SHS), sebuah BUMN Perbenihan, untuk menyaksikan proses produksi benih padi di kebun dan pabriknya di Sukamandi, Subang, Jawa Barat.

Salah satu yang menarik perhatian saya, sebagai petani yang suka berpikir sosiologis, adalah kehadiran sejumlah perempuan buruh tani di tengah hamparan padi sawah yang sudah masuk fase generatif awal, fase berbunga.

"Mereka itu buruh roguing. Umumnya perempuan," Mas Agus, General Manager SHS Kebun Sukamandi menjelaskan. "Mereka harus membuang semua varietas simpang dari pertanaman padi. Supaya diperoleh tingkat kemurnian genetik minimal 95 persen," lanjutnya. 

Artinya, untuk benih padi, toleransi CVL maksimal 5 persen. Ini toleransi untuk keterbatasan kemampuan teknis manusia.

Seorang perempuan roguing in action di tengah sawah Sukamandi, Subang (Dokumentasi Pribadi)
Seorang perempuan roguing in action di tengah sawah Sukamandi, Subang (Dokumentasi Pribadi)
"Mengapa menggunakan jasa pekerja perempuan?" saya menyelidik. "Karena wanita lebih telaten dan teliti dibanding laki-laki," argumen Mas Agus. Masuk akal. 

Dibanding laki-laki, gender perempuan memang diakui lebih andal untuk melakukan pekerjaan yang mempersyaratkan ketelatenan dan ketelitian tinggi. "Laki-laki suka gak sabaran. Hasil roguingnya gak maksimal," terang Mas Agus.

Saya berbicang dengan salah seorang perempuan roguing. Namanya Entin, Bu Entin, yang hidup setia menjanda. "Sudah lama, belasan tahun," jawab Bu Entin waktu saya tanya sudah berapa lama menjadi buruh roguing. Dilihat dari masa kerjanya, mestinya Bu Entin sudah berpengalaman dan punya keterampilan rouging tinggi.

"Apakah Bu Entin pernah mendapat pelatihan rouging dari perusahaan?" 

"Tidak pernah, Pak," jawabnya, yang diamini Mas Agus, GM Kebun. 

Jadi bagaimana caranya Bu Entin dan kawan-kawannya mendapatkan keterampilan roguing? Pagi itu kelompok kerja Bu Entin terdiri dari tujuh orang.

Mereka adalah warga desa-desa dari kecamatan-kecamatan lingkar kebun padi SHS Sukamandi yaitu Kecamatan Ciasem, Blanakan, dan Patokbeusi. Kelompok Bu Entin misalnya berasal dari Desa Pinangsari Kecamatan Ciasem. 

Untuk diketahui luas kebun benih padi SHS di Sukamandi mencapai 3,150 ha dalam satu hamparan. Areal ini menjadi sumber nafkah penting bagi petani dari desa-desa sekitatnya, sebagai penggarap ataupun buruh tani.

Kebun benih padi SHS di Sukamandi itu menangkarkan kelas Benih Pokok (Stock Seed) untuk memproduksi kelas Benih Sebar (Extension Seed). Benih Sebar ini disebut benih komersil yang dijual untuk dibudidayakan petani dalam usaha produksi padi konsumsi.

Para perempuan rouging di kebun benih padi SHS itu, termasuk Bu Entin dan kawan-kawan, tidak dilatih khusus dalam kelas tapi dibimbing langsung di lapangan. 

Petugas kebun penangkaran benih padi memberi petunjuk tentang ciri-ciri morfologis varietas utama padi pada fase pertumbuhan tertentu. Lalu para perempuan roguing diminta untuk membuang semua tanaman yang ciri morfologisnya berbeda.

Kedengarannya sepele, tapi ini tidak mudah. Karena mempersyaratkan ingatan kuat tentang ciri morfologis beragam varietas padi, ketelatenan, dan ketelitian mengenali varietas simpang. Bila gegabah, bisa-bisa varietas utama yang dibuang, sementara varietas simpang aman sentosa di pertanaman.

Menurut Mas Agus, kegiatan roguing dilakukan empat kali. Ini mengikuti empat fase pertumbuhan padi yaitu vegetatif awal (35-45 hari setelah tanam/HST), vegetatif akhir/anakan maksimum (50-60 HST), generatif awal/berbunga (85-95 HST), dan generatif akhir/masak (100-115 HST). Ciri pembeda varietas pada tiap fase itu berbeda. 

Roguing pada fase vegetatif awal dan akhir bertujuan membuang tanaman padi yang tumbuh di luar jalur/barisan tanam, tipe pertunasannya beda dari, bentuk dan ukuran daunnya beda, warna kaki atau helai daun dan pelepahnya beda, dan tinggi tanaman/rumpun berbeda nyata dibanding mayoritas tanaman padi sehamparan.

Lalu pada fase generatif awal dan akhir bertujuan membuang tanaman yang tipe tumbuhnya menyimpang, bentuk dan ukuran daun benderanya beda, berbunga terlalu cepat atau terlalu lambat, eksersi malainya beda, malai terlalu cepat matang, serta bentuk/ ukuran/warna dan ujung (berekor/tak berekor) beda.

Nah, bisa dibayangkan bagaimana detilnya pengetahuan siap para perempuan roguing itu tentang ciri-ciri morfologis ragam varietas padi. Harus bisa membedakan padi varietas Ciherang, Mekongga, Inpari, IR 64, Sidenuk, Cilamaya, Situbagendit, dan lain sebagainya. 

Sekalipun sudah hafal ciri morfologis ragam varietas padi, tak mudah juga mengidentifikasi varietas simpang di hamparan luas pertanaman. Karena ada varietas-varietas yang tipis perbedaan ciri morfologisnya. Itu sebabnya toleransi 5 persen CVL diberikan untuk syarat benih lulus lapangan.

Saya perhatikan para perempuan roguing itu bekerja menghadap arah timur, arah matahari terbit. Ada maksudnya. Agar tanaman padi terlihat lebih jelas, sehingga lebih mudah mengenali varietas simpang. Karena alasan itu, kegiatan roguing hanya dilakukan pada pagi hari saat langit cerah dan matahari bersinar terang.

Pemandangan kebun benih padi PT Sang Hyang Seri yang sudah selesai roguing dan siap dipanen (Dokumentasi Pribadi)
Pemandangan kebun benih padi PT Sang Hyang Seri yang sudah selesai roguing dan siap dipanen (Dokumentasi Pribadi)
Jika melihat tingkat kesulitan pekerjaan roguing dan dampak pentingnya pada kemurnian varietas, maka para perempuan roguing itu pantasnya diupah mahal. Menurut Mas Agus mereka dibayar secara borongan per hektar. Upah rouging penangkaran padi inbrida Rp 200,000 per hektar dan padi hibrida Rp 3,000,000 per hektar.

Beda nilai upah itu karena beda tingkat kerumitan. Roguing padi inbrida lebih sederhana sehingga untuk empat fase hanya makan waktu 3-4 hari (pagi) per hektar. 

Roguing padi hibrida lebih rumit, karena harus melakukan roguing padi jantan dan padi betina dengan ketelitian ekstra tinggi. Bisa makan waktu total 17-18 hari per hektar. Karena itu biayanya lebih jauh lebih mahal.

***
Perempuan roguing itu ternyata penjaga kemurnian genetik varietas tanaman, dalam kasus ini tanaman padi. Karena itu peranannya sangat penting dalam agroindustri benih padi.

Tanpa kehadiran mereka berpanas-panas di tengah sawah, kita tidak akan pernah mendapatkan benih padi unggul bersertifikat. Kita juga tidak akan pernah mendapatkan beras murni Ciherang, Cianjur, Pandanwangi, Mentikwangi dan lain sebagainya.

Jadi jika kebetulan makan nasi beras Ciherang yang pulen, ingatlah ada jasa perempuan roguing di situ, yang menjaga benih padi Ciherang tak tercampur misalnya dengan padi IR 42 yang pera pada waktu penangkaran benihnya. Rasa pulen atau pera, aroma wangi atau tawar, itu semua dijamin melalui hasil kerja para perempuan roguing.

Maka ketika makan nasi, jangan hanya berterimakasih kepada para perempuan yang telah menanak dan menyajikannya. Berterimakasih pulalah pada para perempuan roguing itu, yang telah bekerja keras menjaga kemurnian tekstur dan rasa nasi yang meluncur ke dalam perut.

Demikianlah catatan saya, Felix Tani, petani mardijker, ikut menjaga kemurnian tekstur dan rasa nasi Indonesia.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun