Pertama, solusi waduk di daerah hulu. Yang dimaksud Pak Anies adalah pembangunan "bendungan kering" (dry dam) oleh Kementerian PUPR di Ciawi dan Sukamahi, Kabupaten Bogor. Pelaksananya Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane yang mengikat kontrak dengan perusahaan kontraktor.
Dua bendungan kering itu dimaksudkan untuk menampung limpahan air saat musim hujan, sehingga risiko "banjir kiriman" ke Jakarta dapat ditekan. Volume tampung Bendungan Ciawi 6,45 juta m3 air (365 m3/detik), dan bendungan Sukamahi 1,68 juta m3 (56 m3/detik). Target penyelesaian tahun 2020.
Pembangunan dua bendungan itu adalah hasil kesepakatan tiga Pemda (Jakarta, Jabar, Banten) pada masa pemerintahan Gubernur Jokowi tahun 2014. Pelaksanaannya ditangani Kementerian PUPR dengan menggunakan dana APBN murni.
Artinya, dengan menyebut solusi pembangunan waduk di hulu, sebenarnya Pak Anies sedang menagih peran serta Pemerintah Pusat. Juga gagasan menambah jumlah waduk, bermakna menuntut tambahan dana APBN untuk pembangunan waduk-waduk di daerah hulu.
Kedua, solusi tanggul pesisir pantai Jakarta (bukan tanggul laut raksasa). Ini sebenarnya bagian dari masterplan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Targetnya rentangan 120 km tembok yang melintasi garis pantai Banten, Jakarta, dan Jawa Barat. Tembok itu dimaksudkan menangkal limpasan rob ke daratan akibat kenaikan permukaan air laut.
Sumber pembiayaan tanggul pesisir itu sejauh ini masih APBN. Ke depan direncanakan pembiayaan bersama dengan sumber APBD Jakarta dan unsur swasta yang berbisnis di pesisir Jakarta.Â
Pembangunan tanggul Fase A yang sudah dimulai, bahkan sudah mendekati selesai, di tiga lokasi (Kamal Muara, Pasar Ikan, dan Kali Blencong Marunda, Jakarta Utara) masih menggunakan dana APBN.
Sekali lagi, dengan menyebut solusi pembangunan tanggul pantai, Pak Anies sedang menuntut peran Pemerintah Pusat dalam penanggulangan banjir Jakarta. Sebesar apa komitmen Pemda Jakarta dalam proyek itu, khususnya porsi APBD yang dialokasikan ke sana, sejauh ini belum jelas.
Ketiga, solusi sumur resapan. Ini sebenarnya bukan hal baru. Itu sudah diatur dalam Pergub Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sumur Resapan.
Pasal 3 Pergub itu mengatur kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum pemilik bangunan dan bangunan gedung yang menutup permukaan tanah dan pemohon pengguna air tanah.
Secara khusus perorangan dan badan hukum yang membangun di atas lahan 5.000 m2 atau lebih diwajibkan menyisihkan 1 persen dari luas lahan untuk menjadi kolam resapan (di luar perhitungan sumur resapan).