Entah siapa yang membocorkan rahasia, teman-teman sesama petani gurem di Subang akhirnya tahu juga kalau aku menulis artikel di Kompasiana.
"Keren euy. Dibayar berapa, Kang? Traktir soto, Kang," kejar Pak Dayat, kagum, tapi juga penuh harap. Dua hari yang lalu, Â siang, saat mengaso siap makan siang di saung, di tengah sawah.
Akan aku jawab bagaimana pertanyaan polos dan permintaan tulus Pak Dayat? Tak mungkin aku jawab "Gak dibayar". Â Sebab teman-teman petani gurem ini terlalu rasional ekonomis untuk percaya pada jawaban semacam itu.
Teman-teman petani gurem yang lain, semuanya lima orang, enam dengan Pak Dayat, menatap penuh harap juga padaku. Membuatku mati kutu.
"Baiklah," jawabku akhirnya, dengan senyum merekah, selayaknya orang senang. Padahal aku berpikir keras, akan dapat uang dari mana? Â
"Pak Dayat yang beli, ya? Bilang pada Mas Karso, utang dulu, gitu." Mendahului angin, Pak Dayat memacu motor ebreknya menjemput soto ke warung Mas Karso di pasar kecamatan.
Maka jadilah kami bertujuh siang itu makan soto bersama di saung di tengah sawah.
K-Rewads. Ya, itulah alasanku mengiyakan permintaan teman-teman sesama petani gurem untuk ditraktir makan soto.
Kata Admin Kompasiana, sudah agak lama, akan ada rapel K-Rewards sampai Maret 2019. Pembayarannya katanya lewat Go-Pay. Maka sesuai petunjuk Admin, aku lengkapilah syarat-syarat yang diminta. Termasuk upload foto KTP dan foto diri sedang pegang KTP. Â
Gojek lewat e-mail bilang akun Go- Pay punyaku sudah terverifikasi. Siplah. Berarti tinggal nunggu pengumuman penerima K-Rewards dari Redaksi Kompasiana.
Tambahan, empat hari lalu, lewat akun Kompasianaku, Admin mengirim pesan, bahwa kinerja artikelku punya peluang meraih K-Rewards. Â
Aku perkirakan, jumlah pembacaan artikel-artikelku bisalah memenuhi syarat minimal perolehan K-Rewards. Pikirku, kebangetan, kalau gak dapat barang duaratus ribuanlah.
Sebenarnya ada sedikit keraguan. Sebab tahun lalu saya mendapat notifikasi serupa dari Admin K. Nyatanya saya tak mendapat serupiah pun  K-Rewards. Tapi hati kecilku berkata, tak mungkinlah aku lebih dungu dari kambing, yang ogah  terjerumus ke lobang yang sama dua kali.
Ketika sore ini Admin K meng-headline-kan nama-nama peraih K-Rewards, hatiku berbunga, Â dimekarkan oleh harapan yang kuterbitkan sendiri.
Maka, dengan senyum merekah, segera kuperiksa nama-nama penerima K-Rewards.
Alamaak....tak adapun namaku tercantum di situ.
Maka keraguanku terbuktilah sudah. Aku memang lebih dungu ketimbang kambing. Sebab aku terperosok ke lobang yang sama dua kali. Terlalu percaya pada notifikasi Admin K.
Ada rasa kecewa, sebenarnya. Tapi hati kecilku berkata, ingatlah motifmu dulu menulis di Kompasiana. Hanya untuk berbagi pengetahuan metode penelitian kualitatif, berbagi tawa dengan humor revolusi mental, berbagi informasi pembangunan pertanian dan pedesaan, dan berbagi pengetahuan tentang Batak. Â
Ya, itu motifnya. Bukan menulis demi uang.
Okelah. Aku masih setia dan akan tetap setia dengan motif berbagi itu. Aku hanya sedikit kecewa, karena harapan tak kesampaian. Masa gak boleh, sih?
Tapi ada sedikit permintaan kepada Admin K sebenarnya. Karena sudah kadung memberi notifikasi kemungkinan mendapat K-Rewards, maka alangkah elok jika disusulkan pula notifikasi tidak berhasil mendapat K-Rewards karena ini dan itu. Apakah permintaanku berlebihan?
Teman-teman Kompasianer, tolong jangan menghiburku. Aku tidak sedih. Hanya pusing memikirkan hutang tujuh mangkok soto di warung Mas Karso.
Akan kujawab apa Mas Karso, bila esok dia menagih piutang sotonya padaku? Â
Aku, Felix Tani, petani mardijker, tetap akan menulis untuk Kompasiana, kendati masih berutang tujuh mangkok soto kepada Mas Karso.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H