Aku perkirakan, jumlah pembacaan artikel-artikelku bisalah memenuhi syarat minimal perolehan K-Rewards. Pikirku, kebangetan, kalau gak dapat barang duaratus ribuanlah.
Sebenarnya ada sedikit keraguan. Sebab tahun lalu saya mendapat notifikasi serupa dari Admin K. Nyatanya saya tak mendapat serupiah pun  K-Rewards. Tapi hati kecilku berkata, tak mungkinlah aku lebih dungu dari kambing, yang ogah  terjerumus ke lobang yang sama dua kali.
Ketika sore ini Admin K meng-headline-kan nama-nama peraih K-Rewards, hatiku berbunga, Â dimekarkan oleh harapan yang kuterbitkan sendiri.
Maka, dengan senyum merekah, segera kuperiksa nama-nama penerima K-Rewards.
Alamaak....tak adapun namaku tercantum di situ.
Maka keraguanku terbuktilah sudah. Aku memang lebih dungu ketimbang kambing. Sebab aku terperosok ke lobang yang sama dua kali. Terlalu percaya pada notifikasi Admin K.
Ada rasa kecewa, sebenarnya. Tapi hati kecilku berkata, ingatlah motifmu dulu menulis di Kompasiana. Hanya untuk berbagi pengetahuan metode penelitian kualitatif, berbagi tawa dengan humor revolusi mental, berbagi informasi pembangunan pertanian dan pedesaan, dan berbagi pengetahuan tentang Batak. Â
Ya, itu motifnya. Bukan menulis demi uang.
Okelah. Aku masih setia dan akan tetap setia dengan motif berbagi itu. Aku hanya sedikit kecewa, karena harapan tak kesampaian. Masa gak boleh, sih?
Tapi ada sedikit permintaan kepada Admin K sebenarnya. Karena sudah kadung memberi notifikasi kemungkinan mendapat K-Rewards, maka alangkah elok jika disusulkan pula notifikasi tidak berhasil mendapat K-Rewards karena ini dan itu. Apakah permintaanku berlebihan?
Teman-teman Kompasianer, tolong jangan menghiburku. Aku tidak sedih. Hanya pusing memikirkan hutang tujuh mangkok soto di warung Mas Karso.
Akan kujawab apa Mas Karso, bila esok dia menagih piutang sotonya padaku? Â
Aku, Felix Tani, petani mardijker, tetap akan menulis untuk Kompasiana, kendati masih berutang tujuh mangkok soto kepada Mas Karso.***