Pak Prabowo tidak bisa menerima gagasan Pak Jokowi membangunan sistem pertahanan nasional berbasis IT. Â Dia tetap berkeras, dan dengan nada marah, menginginkan Indonesia yang disegani dunia karena memiliki alutsista yang modern dan kuat. Â "Si vis pacem para bellum!", begitu Pak Prabowo menegaskan dengan nada suara tinggi.
Jadi, kembali pada motif, apa sebenarnya motif kemarahan Pak Prabowo? Â Sangat gambling sebenarnya. Â Motifnya untuk menunjukkan superioritasnya atas Pak Jokowi.Â
Pak Prabowo ingin menunjukkan kepada publik bahwa dia adalah tentara sejati (soldier of soldier), jauh lebih paham soal persenjataan dan pertanahan, mampu membangun kekuatan persenjataan dan militer nasional yang ditakuti dunia, dan karena itu paling pantas dipilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 17 April 2019 nanti.
Motif "kecil"-nya, tentu saja, memenangi Debat Capres, sehingga bisa menarik tambahan suara pemilih untuk memenangi Pilpres 2019.
***
Tapi apakah Pak Prabowo mendapatkan kemenangan dalam Debat Capres itu sebagai buah dari kemarahannya? Â Seperti keluarga Poltak mendapat roti dari restoran hotel sebagai buah kemarahan karena pesanan makanan sangat lambat datang?
Menurut saya tidak. Â Sebab kalau diperiksa secara obyektif, sejak "kalimat sakti" itu dilontarkan Pak Jokowi, Pak Prabowo sebenarnya sudah kehilangan fokus dalam perdebatan. Â Dia lebih banyak bicara hal lain yang sesuai "keahliannya" atau "visi dan misi"-nya sebagai Capres, ketimbang menjawab pertanyaan Pak Jokowi secara tuntas.Â
Sebut misalnya pertanyaan strategis Pak Jokowi  tentang Mal Pelayanan Publik, termasuk di dalamnya program Online Single Submission (OSS).  Pak Prabowo malah menyoroti masalah distrust masyarakat kepada pemerintah karena aparat yang korup. Bahkan bilang ada pejabat yang memerintahkan apparat memilih capres tertentu.  Dengan nada berapi-api, tentu saja.
Demikian juga saat menanggapi peran diplomasi Indonesia dalam penyelesaian kasus Rkhine State atau Rohingya di Myanmar. Â Bukannya menjawab pertanyaan, tapi malah bicara soal pentingnya mengatasi kemiskinan dalam negeri. Â Padahal yang dibahas soal politik luar negeri bebas dan aktif.
Untuk menunjukkan superioritasnya, bahkan Pak Prabowo merasa perlu mengeluarkan pernyataan bahwa "pertahanan Indonesia rapuh", karena dibangun atas dasar laporan ABS para petinggi TNI. Â Dia mengkritisi anggaran pertahanan yang dinilainya terlalu rendah. Â Tapi di sisi lain dia berpikir mengatasi masalah kemiskinan, tentu dengan konsekuensi tambahan anggaran yang tak kecil.
Jadi, apakah motif kemarahan Pak Prabowo untuk memenangi Debat Capres tercapai? Â Menurut saya tidak. Â Pak Prabowo hanya menang atas debat yang dibangunannya sendiri, tanpa kaitan apapun dengan Pak Jokowi. Â Dia bertanya, dia menjawab sendiri, beberapa kali dengan jawaban "tidak tahu salah siapa".