Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Survei Fiksional, Kegilaan Kampanye, dan Kemenangan Jokowi

31 Maret 2019   22:23 Diperbarui: 31 Maret 2019   23:08 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kubu Jokowi/Maruf, ujaran-ujaran "gila"  terlontar pula ke udara kampanye. Ingatlah ujaran-ujaran yang dinilai kontroversial ini: "politik genderuwo", "politisi sontoloyo", "jangan takut berantem", "Prabowo punya tanah 220,000 ha di Kaltim dan 120,000 ha di  Aceh Tengah",  "putihkan TPS 17 April", "jas itu pakaian Eropah."

Maka lengkaplah kampanye Pilpres 2019 sebagai sebuah "permainan kegilaan". Ujaran "gila" dibalas dengan ujaran "gila" juga. Demikian terus berlangsung, sehingga kanpanya Pilpres 2019 ini pada dasarnya telah menjadi akumulasi "kegilaan sosial"  dari kedua kubu kandidat.

Harap dicatat, yang gila bukan orang-orangnya, melainkan kampanye  Pilpres 2019 sebagai sebuah interaksi sosial-politik. Sebuah interaksi yang tak mengerucut pada suatu kesepahaman (komunikasi) antar kedua kubu, tapi berupaya melebarkan jarak satu sama lain,  untuk tampil sebagai pemenang pada 17 April nanti.

***
Pertanyaannya, siapakah yang akan keluar sebagai pemenang dari "permainan kegilaan" ini? Dengan kata lain berhasil menumpang-tindihkan imajinasi dan fakta memenangi Pilpres 2019? Jokowi/Maruf atau Prabowo/Sandi?

Sebelum menjawabnya, perhatikan lanjutan pupuh ke-7 Serat Kalatida anggitan Ronggowarsito berikut: "Ndilalah kersaning Allah, begja-begjane kang lali, luwih begja kang eling klawan waspada."

Artinya: "Namun telah menjadi kehendak Allah, sebahagia-bahagianya orang yang lalai, akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada."

Jika membanding Jokowi/Maruf dan Prabowo/Sandi selama ini, baik dari perilaku kampanye sehari-hari, maupun dari empat kalu debat, nyata bahwa Jokowi/ Maruf-lah yang konsisten "eling klawan waspada".

Perhatikan bahwa ujaran-ujaran mereka selalu membumi, realistis, dan sarat bukti empiris. Mereka hanya menjanjikan apa yang terbaik yang dapat dilakukan untuk kemaslahatan bangsa ini, sesuai dengan pengalaman mereka sendiri.

Sebaliknya, ujaran-ujaran Prabowo/Sandi cenderung mengawang, utopis, miskin bukti empiris yang meyakinkan. Bahkan kerap terkesan arogan, over confidence, sebagaimana dipertontonkan Prabowo ketika bicara soal pertahanan negara, saat Debat ke-4 Sabtu lalu (30.03.19). Mereka menjanjikan banyak hal hebat, tapi  tak pernah menunjukkan jalan ke sana.

Arogan, terlalu percaya diri, dan utopis, itulah pertanda sikap menjauh dari "eling klawan waspada".

Tapi bukankah Jokowi/Maruf juga ikut meramaikan kegilaan kampanye Pilpres 2019 dengan ujaran-ujaran "gila"? Lalu apa bedanya dengan Prabowo/Sandi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun