Karena Pak Sandiaga juga sudah siap dengan solusi "link and match" antara dunia pendidikan dan dunia kerja (usaha/industri).
Tentu saja tawaran Pak Sandiaga  sangat seksi menggoda.  Tapi barang siapapun yang langsung terpikat pada gagasan itu, kepadanya harus diingatkan agar berpikir ulang lagi.
Dengan sedikit "akal sehat", Â maka akan jelas tampak inkonsistensi pada tawaran-tawaran Pak Sandiaga itu.
Begini. Â Ujian Nasional adalah instrumen pengukuran kinerja siswa dan sekolah secara nasional. Â Untuk melihat ketimpangan layanan pendidikan antar klasififikasi sekolah (negeri dan swasta) dan antardaerah. Â
Atas dasar hasil UN itu kemudian bisa dirumuskan dan dilakukan solusi pemerataan layanan pendidikan.
Penelusuran Minat dan Bakat (PMB) adalah instrumen penjurusan siswa pada bidang-bidang kekhususan. Â Targetnya menghasilkan lulusan-lulusan yang fokus pada kompetensi sesuai minat dan bakatnya.
Seandainya PMB dijalankan sebagai kebijakan nasional, tetaplah harus ada instrumen pengukuran kinerja siswa dan sekolah secara nasional. Semacam UN atau apapun namanya. Â Sebab harus diukur ketimpangan kinerja antar siswa, sekolah, dan daerah, untuk bidang-bidang minat atau keahlian tertentu, sehingga bisa dirumuskan solusi pemerataan.
Jadi, bisa dikatakan, isu penghapusan UN dan penggantiannya dengan PMB itu tidak konsisten. Sebab "pengukuran" tak akan pernah bisa digantikan oleh "penjurusan". Â Keduanya adalah "spesies" yang beda.
Gampangnya, untuk mengukur tinggi badan, Â kita menggunakan "meteran", bukan? Â Atau, adakah di antara kita yang pernah menggunakan "kompas"?
Begitu saja dari saya, Felix Tani, petani mardijker, Â tidak pernah mengganti pH-meter (alat ukur pH tanah) dengan Anemometer (alat ukur kecepatan dan arah angin).***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H