"Maka Tuhan mengabulkan doanya. Â Cucu dari anak keduanya lahir sehat rohani dan jasmani. Â Dia sangat gembira. Â Sekali lagi dia memberi sumbangan untuk gereja."
"Dasarnya sudah renta, bapak tua itu jatuh sakit lagi. Â Kali ini kesedihannya berlipat ganda. Â Tuhan, panjatnya, mohon beri aku umur sedikit lagi saja. Â Sampai anakku yang ketiga menikah. Â Setelah itu Tuhan boleh ambil nyawaku."
"Maka Tuhan mengabulkan doanya. Â Anak ketiganya menikah. Â Bapak tua sangat bahagia. Â Sebagai wujud syukur, dia memberi sumbangan besar untuk gereja." Umat mulai tergelak riuh.
"Kita semua pasti sudah tahu, bapak tua itu akan jatuh sakit lagi. Â Lalu dia akan minta tambahan usia lagi. Â Sampai melihat cucu dari anak ketiganya itu lahir."
"Begitulah kita orang Batak ini," Pak Pendeta memberi penekanan akhir. "Judulnya kita memohon, tapi niatnya mengatur Tuhan. Â Agar memberikan segala sesuatu sesuai keinginan kita. Â Kalau dikabulkan, kita beri sumbangan kepada gereja, dan makin rajin memohon sesuatu pada Tuhan."
"Tapi kalau tidak dikabulkan. Â Kita marah. Â Mogok ke gereja. Â Mogok berdoa. Â Kemana-mana teriak bahwa Tuhan tidak adil pada kita."
Pak Pendeta menutup kotbahnya diiringi tawa umat menertawakan diri.
***
Tadinya saya pikir hanya doa orang Batak yang mengatur Tuhan. Â Ternyata saya keliru. Â Rupanya doa politisi di negeri ini juga maunya mengatur Tuhan.
Ada politisi yang berdoa supaya Tuhan memenangkan Capres pilihannya. Â Sebab kalau tak dimenangkan, katanya, maka tidak akan ada lagi orang yang menyembahnya.
Wah, itu bukan hanya mengatur. Â Tapi sudah mengintimidasi, menakut-nakuti Tuhan. Â Seperti seorang politisi menakut-nakuti rakyat. Â Kalau tak pilih saya jadi Presiden RI, nanti RI akan bubar, katanya.