Secara fisik, itak gurgur itu sejatinya semacam kue tepung beras.  Bahannya adalah tepung beras dicampur kelapa parut, gula putih, dan sedikit garam. Bahan itu kemudia dicetak dengan cara dikepal kuat-kuat (dipohul = dikepal), sehingga kadang disebut juga pohul-pohul. Begitu saja, tidak dimasak, langsung disajikan untuk dimakan.
Dalam konteks budidaya padi, tradisi itak gurgur juga dikenal. Orang Batak punya keyakinan saat padi sawah sudah masuk fase generatif, maka mereka sudah punya jiwa atau roh, sehingga harus diberi semangat, supaya hidup sehat dan memberi hasil panen melimpah.
Dalam ritual semacam itu, secara fisik itak gurgur direpresentasikan oleh air jeruk purut yang disiramkan ke tanaman padi. Sambil mendaraskan doa, "On ma itak gurgur ale ompung, sai gurgur ma nian gogo ni hauma name on". Artinya: Inilah itak gurgur untukmu ya junjungan kami, semoga sawah kami ini memberikan panen yang melimpah.
Indahan Na Las dohot Aek Sitio-tio
Frasa mangan indahan na las dohot minum aek sitio-tio, secara harafiah berarti "makan nasi yang hangat dan minum air yang jernih". Frasa ini lazim diujarkan saat mempersilahkan tetamu untuk menikmati hidangan yang yang disajikan tuan rumah (hasuhuton) dalam suatu upacara yang ada makan bersama.
Indahan na las itu adalah simbol kehangatan dan suka-cita, sedangkan aek sitio-tio adalah simbol kejujuran dan ketulusan hati. Maka ucapan mangan indahan na las dohot minum aek sitio-tio sejatinya bermakna penerimaan tetamu dengan hati gembira dan tulus-ikhlas.Â
Makna seperti itu sudah dipahami tetamu. Karena itu, setelah selesai makan dan minum, lazimnya perwakilan tetamu akan menanyakan, "Pasahat hamu ma hata ni sipanganon on". Artinya: "Tolong sampaikan apa tujuan pemberian makanan ini".
Dalam adat Batak, berlaku prinsip "makan dulu baru tanya maksud". Bukan "tanya maksud dulu baru makan". Â ebab jika ada ada seseorang memberi makan secara adat, sudah pasti maksudnya baik, dan sebenarnya pihak yang diberi makan atau undangan juga sudah tahu atau diberitahu sebelumnya. Jika tetapu atau undangan tidak setuju, maka acara makan bersama itu tidak akan menjadi kenyataan.
Karena itu, indahan na las dohot aek sitio-tio sejatinya adalah simbol hubungan serasi antara orang Batak. Baik antara hula-hula dengan boru, maupun antara sesama dongan tubu (kakak-adik, kerabat sedarah).Â
Sebagai contoh, jika pihak boru (anak perempuan yang sudah berkeluarga) hendak meminta sebidang sawah kepada hula-hula (orangtua dan saudara laki-lakinya), maka keluarga anak perempuan itu akan membawa indahan na las dohot aek sitio-tio untuk disajikan kepada keluarga orangtuanya. Dalam kasus seperti ini maka makna indahan na las dohot aek sitio-tio adalah permohonan agar diberikan sebidang sawah untuk penghidupan.
Demikian tiga fungsi simbolik beras dan turunannya dalam masyarakat Batak. Tentu tidak hanya itu, tapi itulah yang pokok.