Maka, logikanya, tulisan yang dihasilkan setiap orang juga bersifat unik, beda satu dari yang lain. Itulah buah anarkisme.
***
Setelah membaca tulisan ini, coba periksa lagi tulisan Anda di Kompasiana.  Apakah mirip tulisan Pak Tjiptadinata, Mas Susy, Bung Perbianov,  Mas Yon Bayu, Bung Tilaria, Bu Leya, Bu Heny, Mas Khrisna, Mas Jati, Mbak Mike, Mas Giri, Mas Aji, atau siapa sajalah.
Jika dirasa-rasa mirip dengan tulisan mereka, atau siapa saja, berarti Anda sudah "bunuh diri". Â Segeralah bangkit dari "kematian". Â Lalu melangkah di jalan "anarkisme penulisan".
Lain waktu, kepada para ahli tulis yang gemar menebar tips menulis artikel, katakanlah, "Jangan ajari aku menulis!"
Tolong jangan salah tafsir dengan kalimat penolakan itu. Maknanya adalah, bagi penulis anarkis, pantang dikasih tahu tapi harus mencari tahu sendiri.
Dengan menjadi anarkis maka tiap orang menjadi penulis yang tampil beda. Sehingga jagad tulisan akan tumbuh menjadi ladang aneka bunga yang indah.
Malapetakalah dunia tulis-menulis ini jika semua tulisan berwarna seragam. Betapa membosankan, juga mengerikan.
Di dunia tulis-menulis Kompasiana misalnya cukuplah ada satu orang Pebrianov. Sebab tambahan satu lagi bisa bikin saya gila.
Begitu saja, dari saya Felix  Tani, petani mardijker, mengaku penulis anarkis.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H