Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Petani Membuang Hasil Taninya?

11 Februari 2019   10:03 Diperbarui: 12 Februari 2019   04:42 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani di Banyuwangi membuang buah naga rusak ke sungai (balipost.com)

Yang terbaru, viral di medsos, adalah video pedagang pengumpul apel di Malang membuang berkotak-kotak apel manalagi Malang ke jurang di pinggir jalan. Beberapa saat setelah video diupload di jarsos, Susilo, pedagang pelaku pembuangan itu langsung minta maaf. Dia menjelaskan apel yang dibuang adalah afkiran, sudah besem dan busuk, tidak layak konsumsi, karena terlalu lama ditumpuk di gudang ("Pedagang di Malang Minta Maaf Buang Apel Afkir", 10/02/2019).

Pedagang apel manalagi Malang membuang apel afkir di pinggi jalan raya (republika.co.id)
Pedagang apel manalagi Malang membuang apel afkir di pinggi jalan raya (republika.co.id)
Sebelumnya, viral di medsos, petani Kayu Aro, Kerinci Jambi melakukan aksi buang kentang, cabai, sayur kol, dan bawang merah ke jalanan. Mereka marah karena harga hasil tani itu di pasaran anjlok ("Viral Petani di Jambi Buang Kentang hingga Cabai ke Jalan", detik.com, 27/01/2019).

Petani Kayu Aro, Jambi membuang kentang dan kol di jalanan (tribunnews.com)
Petani Kayu Aro, Jambi membuang kentang dan kol di jalanan (tribunnews.com)
Seminggu sebelumnya (21/01/2019) dari Banyuwangi, sempat viral pula video petani (atau pedagang) membuang buah naga ke sungai, dengan alasan harga anjlok.

Tak lama kemudian, Agus WP, pelakunya minta maaf lewat video, sambal menjelaskan bahwa buah naga yang dibuang adalah kualitas yang tak laik konsumsi, sudah mulai membusuk "Video Buang Buah Naga ke Sungai Viral, Petani Ini Minta Maaf", detik.com, 21/01/2019).

Petani di Banyuwangi membuang buah naga rusak ke sungai (balipost.com)
Petani di Banyuwangi membuang buah naga rusak ke sungai (balipost.com)
Lebih dari seminggu sebelumnya (11/01/2019), sempat viral pula video sekelompok petani cabai di Demak membuang cabai di jalanan. Beberapa hari kemudian kelompok petani pelakunya, Indonesia Harapan Makmur, diwakili Sugiono, ketuanya minta maaf dan membantah bahwa alasan mereka buang cabai akibat harga anjlok terdampak impor cabai. ("Usai Gelar Aksi Buang Cabai di Jalan, Petani Demak Minta Maaf", detik.com, 14/01/2019).

***

Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Benarkah petani/pedagang membuang-buang produk segar hortikultura karena harganya anjlok di pasaran?

Mungkin memang faktor harga murah bisa jadi pemicu. Tapi dari beberapa kasus di atas, diketahui penyebabnya adalah faktor kerusakan produk (apel, buah naga) dan pergantian jenis tanaman (cabai, kasus Kulonprogo). Bahkan ada informasi dari rekan-rekan pegiat hortikultura, cabai yang dibuang di Demak sebenarnya juga cabai rusak.

Aksi petani Demak membuang cabai di jalanan (wawasan.co)
Aksi petani Demak membuang cabai di jalanan (wawasan.co)
Bahkan seorang rekan pegiat hortikultura bercerita bahwa tindakan pembuangan produk hortikultura seperti itu ada kalanya sebagai cara tengkulak untuk menekan harga di tingkat petani. Sengaja di buang, biasanya yang sudah turun mutu, untuk menciptakan opini bahwa harga pasaran sangat rendah, sehingga produk itu tak laku dijual. Hasilnya, petani bisa ditekan untuk menjual hasil kebunnya pada harga termurah.

Fakta petani membuang-buang produk sperti itu, di satu sisi, mencerminkan keberhasilan pemerintah juga untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Masalahnya, saya piker, terjadi kelebihan produksi akibat panen raya di satu titik waktu, sehingga harga produk turun di pasaran. Petani tak punya pilihan kecuali menjual hasil taninya dengan harga murah. Atau lebih ekstrim, membiarkan tanaman membusuk di lahan menjadi pupuk organik (tidak dimusnahkan).

Kelebihan produksi itu sebenarnya mencerminkan kegagalan pemerintah untuk menguatkan petani di sektor hilir, khususnya bidang pengolahan pertanian. Ini mungkin janji Presiden Jokowi yang belum optimal capaiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun