Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wisata Ekologi Budaya Baktiraja Tanah Batak

18 Desember 2018   13:11 Diperbarui: 21 Desember 2018   14:50 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisata Ekologi Budaya

Apakah alam yang membentuk budaya (antropo-geography) atau budaya yang membentuk alam (ekologi budaya)? Ini sebenarnya kerangka teori C. Geertz saat menjelaskan "inti budaya sawah" pada orang Jawa.

Geertz merujuk pada konsep ekologi budaya: orang (petani) Jawa dipindah ke luar-Jawa pasti akan membangun sawah, inti budayanya, di sana.

Teori itu berlaku juga untuk orang Batak, komunitas lembah yang selalu membangun persawahan sebagai inti budayanya.

Maka berkunjung ke Baktiraja, sebagai turis, mestinya sangat elok jika menggunakan konsep ekologi budaya sebagai "cara pandang" atau "cara menikmati" obyek wisata. Saya sebut ini sebagai wisata ekologi budaya.

Jika berwisata ke Baktiraja dengan konsep "ekologi budaya", maka baiklah mengambil istana Sisingamangara sebagai titik awal. Sebab di sinilah bisa disaksikan artefak-artefak "budaya sawah" orang Batak di Baktiraja.

Istana Dinasti Sisingamangara di Lumbanraja, Baktiraja (Foto: fotokita.net)
Istana Dinasti Sisingamangara di Lumbanraja, Baktiraja (Foto: fotokita.net)
Artefak pertama tentu saja figur Boraspati Ni Tano (Bengkarung) menghadap figur Adop-adop (empat payudara) di dinding depan (dorpi jolo) Ruma Bolon, Rumah Besar kediaman Sisingamagaraja (hasil pemugaran). 

Boraspati Ni Tano dan Adop-adop adalah simbol kesuburan tanah dan keberhasilan usahatani (dan ternak) bagi orang Batak. Penempatan figure itu di dinding depan adalah doa agar penghuni rumah diberi keberkahan berupa hasil panen yang melimpah.

Artefak kedua adalah Batu Siungkapungkapon (Batu untuk diungkit-ungkit). Dahulu pada upacara penentuan masa tanam, Sisingamangaraja akan memotong hoda silintong (kuda hitam) dan membakar dagingnya di atas batu yang dikeramatkan itu. Sebagai persembahan kepada Mulajadi Na Bolon (Awal Mula Maha Besar), agar memberkati pertanaman penduduk.

Pada waktu tertentu, batu tersebut kemudian diungkit (diungkap). Jika di bawahnya terdapat semut merah beriring, maka Sisingamangara akan menjanjurkan warganya untuk menanam padi merah. Jika semut warna putih yang beriring, maka dianjurkan menanam padi putih. Melanggar anjuran itu akan berbuah gagal panen.

Karena menjadi sumber informasi untuk panduan tanam (padi), maka Batu Siungkapungkapon itu disebut juga Batu Panungkunan Boni, batu tempat bertanya tentang benih (padi merah atau putih?).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun