Harapanku, harapan istriku, akan sepasang giwang emas adalah hamparan malai putih hampa yang  tak lekang dari pelupuk sepasang mataku yang kini menjadi telaga berair pahit pedih.
Ada sembilu ku rasakan menyayat jantungku perih tak kepalang. Darahnya menetes dari sepasang mataku di rupa air mata merah.
Langit biru pagi  membingkai surya emas, dia tak hendak peduli pedih luka di jantungku.
Tubuhku kini tak lebih dari seonggok batu dingin yang menancap kaku di pematang sawah. Tak hendak pulang tubuhku ke rumah kayu sahaja sebab tak tega  menerima dekap hangat tubuh istriku. Â
Aku sungguh tak tahu, Tuhanku, akan ku jawab apa nanti tanya riang isteriku tentang janji sepasang giwang emas.***
Â
Jakarta, 30 September 2018
Â
Â
Â
Â
Â