Ada sebuah pertanyaan, "Apakah waktu bergerak dengan pola garis lurus atau lingkaran?"
Jika waktu bergerak lurus, berarti kita tak akan menemukan masa lalu di masa kini atau masa depan.. Panta rhei, perubahan terjadi dari satu ke lain titik waktu.
Benarkah? Coba uji dengan isu kesukuan di Indonesia. Isu ini sudah selesai tahun 1928 dengan ikrar Sumpah Pemuda. Tapi tahun 2018 ini isu kesukuan muncul lagi untuk mendukung seorang cawapres yang konon berdarah Gorontalo.
Karena itu, timbul pikiran tandingan, yang beranggapan waktu bergerak melingkar, tepatnya spiral.
Jika waktu dianggap bergerak, maka wajar bertanya, bisakah waktu berhenti?
Secara sosiologis, hal itu tak mustahil. Jika indikator waktu secara sosiologis adalah perubahan sosial, maka stagnasi adalah titik berhentinya waktu.
Baiklah, itu teorinya. Empiriknya, saya akan sajikan  sebuah kasus kisah keluarga Betawi di Gang Sapi Jakarta. Kisah keluarga Pak Nain.
Tentu keluarga Nain di sini adalah "keluarga tipologis". Kisah sejumlah keluarga Betawi yang dirangkum ke dalam kisah "satu keluarga".
Itu  merujuk pada metode yang digunakan Oscar Lewis saat mengerjakan "Kisah Lima Keluarga" di Kota Meksiko.
Tentu kisahnya tak akan serinci dan sekaya penceritaan Lewis. Saya hanya akan menyampaikan ringkasan cerita saja.
***