Berdasar paparan hasil studi kasus selokan Gang Sapi Jakarta pada tiga bagian terdahulu, kesimpulan apakah yang bisa ditarik?
Agar tak keliru ekspektasi, terlebih dahulu perlu diingat  studi kasus tak pernah dimaksudkan untuk  menghasilkan sebuah teori besar (grand theory). Â
Studi kasus senantiasa menghasilkan  "teori kecil", teori induktif, lazimnya diposisikan sebagai  hipotesis. Fungsinya untuk menjelaskan kasus itu. Tapi juga  terbuka dijadikan hipotesa pengarah bagi kasus-kasus lain.
Dengan pembatasan di atas, saya akan masuk pada penyimpulan kasus selokan Gang Sapi. Ada tiga kesimpulan pokok.
Satu: Selokan sebagai Hak Milik Bersama
Berdasar paparan terdahulu dapat disimpulkan bahwa warga  Gang Sapi mempersepsikan selokan sebagai "hak milik bersama" (common property). Â
Praktek hak milik bersama itu dapat bergerak pada dua arah yaitu menuju pemeliharaan milik bersama, atau menuju pemanfaatan oleh setiap warga tanpa kontrol sebagai "tempat sampah bersama". Â
Arah mana yang dituju tergantung pada ada tidaknya gagasan yang diimplementasikan pemerintah. Â
Pada masa pemerintahan Sutiyoso sampai Fauzi Bowo, tidak ada gagasan inovatif penanganan sungai dan selokannya. Maka tidak ada juga yang dikerjakan di selokan Gang Sapi.
Tanpa gagasan dan tanpa kerja, maka nasib selokan Gang Sapi jatuh ke "tragedi kepemilikan bersama" (tragedy of the commons) ala Garrett Hardin (1968). Setiap warga merasa berhak memanfaatkan selokan gang Sapi sebagai tempat buang sampah, tanpa inisiatif merawatnya. Â
Maka yang terjadi  kemudian adalah deteriorisasi selokan Gang Sapi. Seharusnya menjadi sarana sanitasi lingkungan sehat. Faktanya menjadi sumber bibit penyakit.